RANGKUMAN BAHASA
INDONESIA
WIDJONO Hs.
NAMA : WAHYU AJIS SAPUTRA
KELAS : 1KB06
NPM :
2C114121
TOPIK 1
PENDAHULUAN
1.
Bahasa
Indonesia Mengembangkan Kepribadian
Sumpah pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan “Kami putra
dan putri Indonesia mengaku bertanah air
satu-tanah air Indonesia. Kami putra dan putrid Indonesia berbangsa
satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putrid Indonesia menjunjung tinggi bahasa
persatuan, bahasa Indonesia.” Fungsi tersebut menegaskan bahwa setiap warga
Negara Indonesia senantiasa berkepribadian, berprilaku, dan berbudi bahasa khas
Indonesia.
Pengalaman berbahasa yang amat berharga dalam
pengembangan kepribadian bangsa Indonesia ini kemudian dikukuhkan kedudukan nya
dalam undang-undang dasar 1945 yang menyatakan “Bahwa bahasa Negara adalah
Bangsa Indonesia. Penegasan ini menunjukkan kedudukan dan fungsi yang bersifat
normal. Sebagai bahasa Negara, bahasai ini harus digunakan secara nasional
dalam berbagai komunikasi formal yang bersifat kenegaraan dan kedinasan dalam
berbagai komunikasi resmi baik dalam lembaga pemerintah maupun non pemerintah.
Sejak 2002 bahasa Indonesia ditetapkan sebagai mata
kuliah wajib bagi setiap mahasiswa di perguruan tinggi dalam kelompok mata
kuliah pengembangan kepribadian. Dalam Undang-Undang No. 20/2003 dan PP No.
19/2005 menetapkan bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib di seluruh
perguruan tinggi negeri dan swasta dengan bobot 3 SKS. Secara operasional, SK
Dikti No. 43 Tahun 2006 mengukuhkan
bahasa Indonesia sebagai mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MKP).
Sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian,
pengajaran bahasa Indonesia bertujuan agar mahasiswa memahami konsep penulisan
ilmiah dan mampu menerapkannya dalam penulisan karya ilmiahnya. Untuk itu,
mahasiswa dibekali berbagai ketrampilan kognitif, psikomotorik, dan afektif
yang terkati dengan penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Melalui
pembelajaran, penguasaan bahasa Indonesia diharapkan dapat mengembangkan berbagai
kecerdasan, karakter, dan kepribadian.
Kecerdasan yang didukung oleh kepribadian dan moral
yang tinggi memungkinkan setiap orang senantiasa menggali potensi yang ada di
sekitarnya dan mengembangkan menjadi kreativitas baru yang tidak akan pernah
habis.
1.1.
Visi
dan Misi Bahasa Indonesia MPK
Visi: menjadikan bahasa
Indonesia sebagai salah satu sarana
pengembangan kepribadian insane terpelajar yang mahir berkomunikasi
dalam bahasa Indonesia dengan santun.
Misi:
1. membina mahasiswa bangga berbahasa Indonesia
dalam berbagai forum dan bertanggung jawab untuk memelihara dengan
sunggu-sungguh.
2. memotivasi mahasiswa merefleksikan nilai-nilai
budaya melalui pembelajaran bahasa persatuannya dalam kehidupan sehari-hari.
3. membina pembelajaran bahasa Indonesia diperguruan
tinggi semakin berkualitas sesuai dengan tuntunan mahasiswa
4. mengupayakan kemahiran berbahasa Indonesia
melalui pembelajaran yang berkualitas dalam menggunakan bahasa Indonesia dan
mengaplikasikannya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan
budaya dengan rasa tanggung jawab sebagai warga Negara Indonesia dan warga
dunia
1.2.
Kepribadian
yang Baik, Santun, dan Cerdas
1.2.1.
Kepribadian
yang Baik dan Santun
Kemampuan ini didukung
penggunaan bahasa yang santun yaitu
bahasa yang halus, sopan, menghargai orang lain, tidak menunjukkan kemampuan
diri berlebihan di hadapan orang lain. Selain itu, kemampuan ini didukung
penggunaan bahasa yang benar yaitu bahasa yang sesuai dengan aturan dan kaidah
bahasa Indonesia.
Macam – macam perilaku:
a.
Perilaku kurang
berindikator: Apatis, Tidak responsive, mengagumi diri sendiri , mengancam,
berupaya memanfaatkan orang lain, mau menang sendiri, dan tidak jujur. Perilaku
jenis ini sebaiknya dihindari.
b.
Perilaku
rata-rata berindikator: sikap beradab, sopan, menjaga kontak mata, nada bicara
yang enak, ramah/reseptif, emnyimak, jujur, dan hormat kepada orang tua.
Perilaku jenis ini dapat digunakan sebagai variasi perilaku unggulan.
c.
Perilaku
unggulan berindikator: bersemangat pada gagasan baru, terlibat penuh selama
berinteraksi, secara tulus tertarik kepada objek kajian, bersikap serius
memperhatikan objek (topic bahasan), dan lain-lain.
1.2.2.
Kepribadian
yang Cerdas
Kecerdasan adalah
kemampuan memanfaatkan potensi diri
(pendidikan, pengalaman, pengetahuan, keahlian, ketrampilan, dan lain-lain.)
Kepribadian yang cerdas
senantiasa dapat memanfaatkan berbagai situasi untuk menghasilkan kreativitas
baru.
Kemampuan berkomunikasi
yang bernuansa baik sekaligus menunjukan kecerdasan perlu memperhatikan aspek
sebagai berikut: (1) mengembangkan kemampuan berkomunikasi ilmiah dalam
berbagai media lisan maupun tulisan; (2) mengembangkan kemampuan akademis di
dalam dan di luar kelas; (3) mengembangkan berbagai sikap, seperti sikap
ilmiah, sikap paradigmatic dalam mengembangkan pola-pola berfikir, dan sikap
kecendekiaan dalam mengaktualisasi hasil belajarnya; (4) mengembangkan
kecerdasan terus-menerus; (5) mengembangkan kepribadian terutama dalam
menciptakan kreativitas baru yang terkait dengan tuntunan situasi yang baru
yang dihadapinya, serta kemampuan mengekspresikannya; (6) mengembangkan
kemampuan berkomunikasi antarpibadi sehingga memantapkan perkembangan pribadinya,
dan (7) mengembangkan kemampuan berbahasa Indonesia menghadapi pengaruh bahasa
lain berarti membela lambing bangsa dan Negara.
2.
Mekanisme
Pembelajaran
Bahasa merupakan keterampilan. Belajar bahasa
dilakukan dengan berbahasa. Oleh karena itu, mekanisme pembelajaran yang
tepat harus mengaktifkan mahasiswa untuk
berbahasa: memahami, mengaplikasi, menganalisis materi ajar, dan mengevaluasi
hasil pembelajaran.
Pendekatan yang tepat yaitu mahasiswa belajar secara
aktif melalui presentasi konsep, kasus, kreativitas baru, dan dilanjutkan
dengan diskusi. Dengan pendekatan ini mereka secara aktif memahami konsep
secara tepat, mencermati berbagai kasus, dan mampu menghasilkan kreativitas
baru.
Selain itu mahasiswa harus disiplin dalam ketepatan
dan kecepatan belajar dalam memahami konsep, kaidah bahasa, mengerjakan
latihan, dan tugas mandiri, serta kemampuan mengaplikasi materi berbasis
kompetensi sesuai dengan bidang studi dan bidang keahliannya.
3.
Berbasis
Kompetensi
Kompetensi umum :
mahasiswa mampu mengungkapkan pikiran dan gagasan secara efektif, efektif,
efesien, dan komunikatif dalam menulis ilmiah, laporan, surat, proposal, dan
mampu berbahasa lisan dalam berbahasa lisan secara spontan maupun terencana.
Kompetensi
khusus: mahasiswa berpengetahuan memadai dan merasa bangga tentang arti,
sejarah, kedudukan, fungsi bahasa Indonesia; mampu menjelaskan cirri ragam
bahasa ilmiah dan mengaplikasikan dalam kinerja akademik.
4.
Pendekatan
Pembelajaran
1. Pendekan
materi
2. Pendekatan
mahasiswa aktif
3. Pendekatan
interaktif dan kooperatif
4. Pendekatan
kontekstual.
5.
Sialbus
6.
Satuan
Acara Perkuliahan
TOPIK 2
ARTI, FUNGSI, dan RAGAM BAHASA
1.
Arti
Bahasa
Bahasa adalah sistem lambing bunyi
ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa
yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, sistem tersebut mencakup
unsure-unsur berikut :
a. Sistem
lambang yang bermakna dan dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya.
b. Sistem
lambang tersebut bersifat konvensional yang ditentukam oleh masyarakat
pemakainya berdasarkan kesepakatan.
c. Lambang-lambang
tersebut bersifat arbiter (kesepakatan) digunakan secara berulang dan tetap.
d. Sistem
lambang tersebut bersifat terbatas, tetapi produktif.
e. Sistem
lambang bersifat unik, khas, dan tidak sama dengan lambang lain.
f. Sistem
lambang dibangun berdasarkan kaidah yang bersifat universal.
2.
Fungsi
Bahasa
A.
Bahasa
Sebagai Sarana Informasi
Indicator kemampuan
berbahasa Indonesia yang komunikasi mencakup :
1. Kemampuan
organisasional yang terdiri atas :
a. Kemampuan
gramatikal (kosakata, diale/ragam, morfologi, sintaksis, fonologi/grafologi)
b. Kemampuan
sosiolinguistik ( kepekaan pada dialeg/ragam, kepekaan pada kewajaran, kepekaan
pada register, dan kepekaan pada kiasan ).
Bahasa
Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat. Fungsi
tersebut digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan
beraneka ragam.
Manusia
tidak dapat hidup seorang diri. Dalam memenuhi kebutuhannya setiap orang
memerlukan kerja sam dengan orang lain, kebutuhan manusia sangat banyak dan
beraneka ragam.
B.
Bahasa
Sebagai Sarana Integrasi dan Adaptasi
Bahasa
Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nansional dan bahasa Negara merupakan
fungsi integrative.
·
Indikator kedudukannya sebagai nasional
:
1. Lambang
nasional yang dapat memberikan kebanggaan jati diri pemakainya sebagai bahasa
Indonesia.
2. Lambang
identitas yang dapat dikenali oleh masyarakat pemakai dan masyarakat diluar
pemakainya
3. Alat
pemersatu penduduk antar pulau diseluruh wilayah Indonesia, dan
4. Alat
komunikasi antar daerah dan antar budaya.
·
Indicator kedudukannya sebagai bahsa
Negara
1.
Bahasa dalam kegiatan resmi kenegaraan
2.
Bahsa pengantar di sekolah
3.
Alat komunikasi pada tingkat nasional
untuk kepentingan pembangunan dan pemerintahan, dan
4.
Alat pengembangan budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi
C. Bahasa Sebagai Sarana Kontrol Sosial
Bahasa sebagai sarana kontrol social
berfungsi untuk mengendalikan komunikasi agar orang yang terlibat dalam
komunikasi dapat saling memahami. Bahasa kontrol ini dapat diwujudkan dalam bentuk
: aturan, anggaran dasar, undang-undang dan lain-lain. Dengan demikian,
masing-masing dapat mengendalikan komunikasi yang hendak dituju. Mereka dapat
saling memberi saran, kritik, nasihat, petunjuk, tegur-sapa, dan sebagainya.
D. Bahasa Sebagai Sarana Memahami Diri
Dalam membangun karakter seseorang harus
dapat memahami dan mengidentifikasi kondisi dirinya terlebih dahulu. Pemahaman
ini harus mencakup kemampuan fisik, emosi, inteligensi, kecerdasan, psikis, karakternya, psikososial,
dan lain-lain.
E. Bahasa Sebagai Sarana Ekspresi Diri
Bahasa sebagai ekspresi ( pengungkapan )
diri atas pemahaman dirinya dapat dilakukan dari tingkat yang paling sederhana
sampai dengan tingkat yang kompleks atau tingkat kesulitan yang amat tinggi.
F. Bahasa Sebagai Sarana Mengamati
Lingkungan Sekitar
Bahasa
sebagai alatuntuk mengamati masalah tersebut harus diupayakan kepastian konsep,
kepastian makna, dan kepastian proses berfikir sehinggga dapat mengekpresikan
hasil pengamatan tersebut secara pasti (eksak). Misalnya : apa yang
melatarbelakangi pengamatan, bagaimana masalahnya.
G.
Bahasa
Sebagai Sarana Berfikir Logis
Kemampuan
berfikir logis memungkinkan seseorang dapat berfikir induktif, deduktif,
sebab-akibat atau kronologis sehingga dapat menyusun konsep atau pemikiran secara
jelas, utuh, runtut dan konseptual. Proses berfikir logis merupakan hal yang
abstrak.
H.
Bahasa
membangun kecerdasan
Kecerdasan
adalah kemampuan memanfaatkan potensi, pengalaman, pengetahuan, dan situasi
sehingga menghasilkan kreativitas baru yang menguntungkan dirinya maupun
masyarakat.
Howard
gardner, peneliti kecerdasan, menyimpulkan bahwa kecerdasan sekurang-kurangnya
ada tujuh macam, yaitu :
1. Kecerdasan
linguistik yaitu kecerdasan menggunakan bahasa
2. Kecerdasan
logis-matematis terkait dengan angka dan logika seperti akutansi, programmer
computer, teknik, dan lain-lain.
3. Kecerdasan
spasial [terkait dengan tata ruang: arsitektur, fotografer, pelukis, dan
lain-lain].
4. Kecerdasan
musical terkait dengan pengolahan nada dan irama menjadi karya music yang dapat
berfungsi untuk berbagai kepentingan misalnya: terapi, membangkitkan semangat
juang, dan lain-lain.
5. Kecerdasan
kinestetik-jasmani terkait dengan kreativitas dan prestasi olahraga.
6. Kecerdasan
antar pribadi terkait dengan kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain,
memimpin, bernegosiasi, dan lain-lain.
7. Kecerdasan
intrapribadi terkait dengan kemampuannya mengendalikan daya pikir dan emosinya
dalam mengakses berbagai informasi dan potensi yang bermanfaat bagi
pengembangan dirinya.
Indokator
kecerdasan dapat diamati melalui proses peningkatan kemampuan yang tiada henti.
Indicator tersebut, antara lain :
1. Peningkatan
kecerdasan, yang ditandai dengan upaya mencapai puncak kemampuannya (adversity
Quotient),.
2. Peningkatan
kemampuan menggunakan kata, frasa, dan klausa dalam menyusun kalimat.
3. Peningkatan
kemampuan menggunakan unsure-unsur kalimat.
4. Peningkatan
kemampuan membuat kalimat efektif.
5. Peningkatan
kemampuan membuat paragraph.
6. Peningkatan
kemampuan menyusun karya ilmiah secara logis dan sistematis
7. Peningkatan
kemampuan membaca secara kritis, analisis, sintesis, dan sinergis sehingga
dapat menciptakan kreativitas baru.
8. Peningkatan
kemampuan menulis naskah yang dapat diterima oleh orang lain berdasarkan kaidah
yang baku.
9. Pengaplikasian
lebih lanjut dapat menulis karangan yang berkualitas, proposal yang rumit dan
sulit, laporan berkualifikasi nasional yang baik dan benar, dan sebagainya.
I.
Bahasa
Mengembangkan Kecerdasan Ganda
J.
Bahasa
Membangun Karakter
Kecerdasan
merupakan bagian dari karakter manusia. Kemampuan berbahasa yang efektif,
logis, sistematis, lugas, jelas, dan mudah dipahami merupakan refleksi
kecerdasan. Sebaliknya, kekurangmampuan berbahasa dapat mencerminkan tingkat
kecerdasannya.
Kecerdasan
berbahasa memungkinkan seseorang dapat mengembangkan karakternya lebih baik.
Dengan kecerdasan bahasanya, orang dapat mengidentifikasi kemampuan diri dan
potensi diri. Kecerdasan linguistic yang didukung kecerdasan lain memungkinkan
seseorang menjadi lebih potensial dalam memilih dan mengembangkan profesinya.
Hal ini merupakan indicator bahwa kecerdasan berbahasa berpengaruh terhadap
karakter dan kepribadian seseorang.
K.
Bahasa
Mengembangkan Profesi
Proses
pengembangan profesi diawali dengan pembelajaran dilanjutkan dengan
pengembangan diri (kecerdasan) yang tidak diperoleh selama proses belajar,
tetapi berakumulasi dengan pengalaman barunya. Untuk itu kaum professional
memerlukan ketajaman, kecermatan, dan keefektifan dalam berbahasa Indonesia
sehingga mampu menciptakan kreativitas baru dalam profesinya.
L.
Bahasa
Sarana Menciptakan Kreativitas Baru
Untuk
menciptakan kreativitas baru ini, setiap pembelajaran materi, setiap mahasiswa
harus mengkaji konsep dasar secara menyeluruh dan tuntas; dilanjutkan dengan aplikasi
konsep, studi kasus baik yang positif maupun yang negative dan dilanjutkan
dengan memikirkan solusinya; dan menciptakan kreativitas baru bagi kasus
positif sebagai pengembangan dan kreativitas baru sebagai solusi terhadap kasus
negative.
3. Ragam Bahasa
3.1
Ragam Bahasa Berdasarkan Media
Berdasarkan
media yang digunakan ragam bahasa atas (1) ragam bahasa lisan: berpidato,
berdiskusi, bertelepon, dan (2) ragam bahasa tulis
3.2
Ragam bahasa Berdasarkan Waktu
Berdasarkan waktu
terdapat ragam bahasa lama dan bahasa baru ( modern ).
1) Ragam
lama lazim digunakan dalam penulisan naskah-naskah lama (kuno). Ragam ini perlu
dipahami oleh setiap orang yang bermaksud mengkaji peristiwa-peristiwa masa
lalu.
2) Ragam
bahasa baru (modern) ditandai dengan penggunaan kata-kata baru, ejaan yang
disempurnakan, dan mengekspresikan ilmu pengetahuan dan teknologi moder,
3.3
Ragam Bahasa Berdasarkan Pesan Komunikasi
3.3.1
Ragam
Bahasa Ilmiah
Ragam bahasa ilmiah adalah sarana verbal yang
efektif, efisien, baik dan benar. Ragam lazim ini digunakan untuk
mengomunikasikan proses kegiatan dan hasil penalaran ilmiah, misalnya dalam
penulisan:
(1) Proposal
kegiatan ilmiah, proposal penelitian
(2) Laporan
kegiatan yang berbentuk surat, artikel, makalah, naskah
(3) Karya
tulis ilmiah: skripsi, tesis, dan disertasi
(4) Laporan
rutin suatu pekerjaan yang berbentuk surat, artikel maupun naskah
(5) Laporan
pertanggungjawaban: laporan kegiatan, laporan keuangan
(6) Laporan
penelitian yang berbentuk: laporan analisis, laporan deskriptof, laporan
rekomendasi
Materi
(topik) ragam bahasa ilmiah:
Ragam
ilmiah digunakan dalam kajian ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkait
dengan penulisan upaya pencarian, penemuan, pengolahan, dokumentasi, analisis
atauu publikasi.
3.3.2
Ragam
Bahasa Pidato
Ragam bahasa pidato dipengaruhi oleh (a) Tujuan
(untuk menghibur, memberitahu, mengajak/meminta), (b) situasi (resmi, setengah
resmi, tidakk resmi), (c) Pendekatan isi pidato (pendekatan
akademis/intelektual, pendekatan moral, pendekatan sosial),
3.3.2.1
Ragam Pidato Ilmiah
Pidato ilmiah terdiri beberapa jenis, antara lain:
Presentasi makalah ilmiah, presentasi skripsi, presentasi tesis, presentasi
desertasi, dan pidato pengukuhan guru besar. Penulisan makalah ilmiah
dilanjutkan dengan presentasi, dan tanya jawab. Sedangkan penulisan skripsi,
tesis atau disertasi dilanjutkan dengan presentasi, pernyataan ujian, dan
diakhiri dengan penentuan kelulusan.
Untuk mendapatkan hasil optimal harus memperhatikan
: Etika ilmiah, ketentuan lembaga, kemampuan personal, kemampuan teknis, dan
keunggulan perilaku.
3.3.2.1
Ragam Pidato Resmi
Kata resmi mempunyai beberapa pengertian :
1. Resmi
karena situasinya, misalnya : pidato kenegaraan oleh pejabat Negara
2. Resmi
karena kemuliaan isi dan situasinya, misalnya : khotbah agama di dalam gedung
ibadah.
3. Resmi
karena informasi dan kekhimatan situasi penyampaian dalam sutatu upacara,
misalnya : pidato akad nikah/perkawinan
4. Resmi
karena isi atau materi mengandung kebenaran universal dan disampaikan untuk
mewakili suatu Negara.
3.3.3
Ragam
bahsa Tulis Resmi
Ragam bahasa tulis resmi ditandai oleh (1) penyajian
materi / pesan yang bersifat mulia dan kebenaran yang bersifat kebenaran yang
bersifat universal, (2) penggunaan fungsi-fungsi gramatikal secara eksplisit
dan konsisten, (3) penggunaan bentuk lengkap, bentuk yang tidak singkat, (4) penggunaan
imbuhan secara eksplisit dan konsisten,(6) penggunaan pola frase yang baku,(7)
penggunaan ejaan yang baku pada bahasa tulis,dan lafal yang baku pada bahasa
lisan,(8) tidak mrnggunakan unsur tidak baku,misalnya unsure kedaerahan dan
asing
3.3.4
Ragam
Bahasa Sastra
Raga
mini m ngutamakan unsur-unsur keindahan seni,penulis cenderung menekankan gaya
pengungkapan simbolik dengan memadukan unsur intrinsic dan ekstrinsik,misalnya
dalam roman novel dan lain-lain. namun ragam ini sering digunakan juga dalam
iklan promosi produk komersial, terutama dalam upaya menyentuh perasaan
konsumen yang menekan kesenangan, keindahan, kenyamanan, dan lain-lain
3.3.5
Ragam
Bahasa Berita
Ragam
bahsa berita lazikm digunakan dalam pemberitaan : media elektronik, media
cetak, dan jurnal. Untuk menjamin obejektivitas berita, penyaji perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Tidak
menambah atau mengurangi fakta yang disajikan
2. Tidak
mengubah fakta berdasarkan pendapat penyaji
3. Tidak
menambah tanggapan pribadi
4. Tidak
memihak kepada siapapun, dan
5. Tidak
menggunakan perasaan suka atau tidak suka
Topik 3:
Ejaan Yang
Disempurnakan
Pemakaian
huruf seperti huruf kapital, huruf kecil, huruf miring, dan huruf tebal.
Huruf
kapital digunakan pada:
1. Huruf
pertama pada awal kalimat.
2. Huruf
pertama kata yang berkenaan dengan agama, kitab suci, dan nama Tuhan termasuk
kata gantinya.
3. Huruf
pertama petikan (kutipan) langsung.
4. Huruf
pertama kata yang menyatakan gelar kehormatan, gelar keagamaan, gelar
keturunan, yang diikuti dengan nama orang.
5. Huruf
pertama nama jabatan atau pangkat yang diikuti nama orang.
6. Huruf
pertama unsur nama orang.
7. Huruf
pertama kata yang menyatakan nama bangsa, nama suku atau nama bahasa.
8. Huruf
pertama nama tahun, nama bulan, nama hari, nama hari raya, dan nama peristiwa
sejarah.
9. Huruf
pertama kata yang menyatakan nama dalam geografi.
10. Huruf
pertama kata yang menyatakan nama lembaga atau badan pemerintah,
ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi, termasuk juga singkatannya.
11. Huruf
pertama nama buku, nama majalah, nama surat, judul karangan, kecuali partikel
(seperti di, ke, dan dari) yang tidak terletak pada posisi awal.
12. Huruf
pertama istilah kekerabatan (seperti bapak, ibu, adik dan saudara) yang dipakai
kata ganti atau kata sapaan.
13. Huruf
pertama singkatan kata yang menyatakan nama gelar, nama pangkat, dan
istilah sapaan.
14. Nama
kota yang mengikuti produk ditulis dengan huruf kapital.
15. Nama
produk (karya) seni.
Huruf
kecil digunakan pada posisi-posisi yang tidak menggunakan huruf besar (huruf
kapital). Akan tetapi, perlu diperhatikan adanya penggunaan huruf kecil yang
perlu ditekankan, misalnya penulisan nama jenis, bukan nama produk, dan bukan
nama tempat dalam geografi.
Huruf
miring digunakan dalam cetakan. Dalam tulisan tangan atau ketikan yang dicetak miring,
diberi garis bawah tunggal.
Huruf
miring digunakan untuk:
1. Menuliskan
nama buku, nama majalah, nama surat kabar, yang dikutip dalam karangan.
2. Menegaskan
atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
3. Menuliskan
istilah ilmiah, atau ungkapan asing, kecuali yang disesuaikan ejaannya.
Huruf
tebal digunakan dalam cetakan. Huruf tebal ini berfungsi untuk menandai
kata-kata yang dianggap penting, atau perlu mendapat perhatian, seperti: judul
dan sub judul dalam karangan, nama (judul) tabel, atau kata yang menuntut
perhatian khusus.
Pelafalan
huruf terdiri atas pelafalan bahasa Indonesia dan pelafalan singkatan asing.
Penulisan
kata dan partikel. Penulisan kata mencakup: kata dasar, kata turunan, kata
ulang, gabungan kata, bentuk singkatan dan akronim, kata dasar dan kata
berimbuhan.
Penulisan
kata dasar sering dihadapkan pada penulisan baku dan tidak baku.
Penulisan
kata ulang secara lengkap dengan dengan menggunakan tanda (-).
Pedoman
baku kata ulang:
1. Pengulangan
kata dasar.
2. Pengulangan
kata berimbuhan.
3. Pengulangan
gabungan kata.
4. Pengulangan
kata berubah bunyi.
Penulisan
gabungan kata mengikuti kaidah sebagai berikut:
1. Gabungan
kata yang berupa kata majemuk, bagian-bagiannya dituliskan terpisah.
2. Gabungan
kata serangkai.
3. Gabungan
kata terikat dan kata bebas.
Penulisan
kata depan di dan ke dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya, sedangkan
awalan di- dan ke- dituliskan serangkai dengan kata yang
mengiringinya.
Kata
depan di diikuti kata depan benda (tempat), menyatakan arah atau tempat, sedangkan
awalan di- diikuti kata kerja.
Penulisan
partikel kah, lah, dan tah, ditulis serangkai dengan kata
yang mendahului.
Partikel pun,
per ditulis terpisah dengan kata yang mendahului. Kelompok kata yang sudah
padu sebagai satu kata, pun ditulis serangkai, yakni: (1) adapun, (2)
andaipun, (3) bagaimanapun, (4) biarpun, (5) kalaupun, (6) kendatipun, (7)
maupun, (8) meskipun, (9) sungguhpun, (10) walaupun, (11) sekalipun, (12)
ataupun.
Penulisan
kata
ganti aku, saya, kita, kau, kamu, engkau, dia,
dan mereka yang digunakan secara lengkap seperti itu harus ditulis
terpisah. Akan tetapi, kata ganti yang dipendekkan: aku menjadi –ku, kamu
menjadi-mu, engkau menjadi kau- atau dia menjadi –nya harus ditulis
serangkai.
Kata
serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah.
Ada
tiga macam kata serapan, yakni:
1. kata
asing yang sudah diserap sepenuhnya ke dalam bahasa indonesia, misalnya: iklan,
kab, perlu, waktu, kamar, dan lain-lain.
2. Kata
asing yang dipertahankan karena sifat keinternasionalannya, penulisan dan
pengucapannya masih mengikuti cara asing. Misalnya time out, check in,
gigabyte, dan lain-lain.
3. Kata
asing yang berfungsi untuk memperkaya peristilahan, ditulis sesuai dengan EYD.
Misalnya komputer, kalkulasi, infiltrasi, bisnis, dan lain-lain.
Penyesuaian
ejaan unsur serapan dilakukan dengan kaidah yang sudah baku.
Penyesuaian
akhiran asing, akhiran dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh.
Penulisan
angka dan lambang bilangan ada dua yakni: angka dan bilangan satuan, dan lambang
bilangan tingkat.
Penulisan
lambang bilangan ada tiga cara, yaitu angka arab, angka romawi, dan huruf.
Berikut cara penulisan angka dituliskan dengan huruf, atau sebaliknya, yakni:
1. Lambang
bilangan dituliskan dengan angka jika berfungsi sebagai: ukuran, satuan waktu,
nilai uang, nomor (nama) jalan, rumah, kamar, alamat yang bukan dokumen resmi.
Contoh: 5 sentimeter, kamar 14, 25 liter, 30 kilogram, dan lain-lain.
2. Bilangan
dalam perincian dituliskan dengan angka.
3. Lambang
bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata dituliskan dengan
huruf, sedangkan yang dinyatakan lebih dari dua kata dituliskan dengan angka.
Bentuk
singkat adalah bentuk pendek yang diambil atau dipotong dari bentuk lengkanya.
Penulisannya menggunakan huruf kecil semua.
Singkatan
adalah bentuk pendek yang diambil dari huruf-huruf pertama suatu frasa.
Singkatan dieja huruf demi huruf. Penulisannya huruf kapital semua tanpa titik.
Akronim
adalah bentuk pendek yang diambil dari sebuah frasa. Susunan akronim ber
variasi.
Kata dasar dipenggal dengan aturan:
1. Kalau
ditengah kata dasar ada dua huruf vokal, pemenggalan dilakukan di antara kedua
huruf vokal itu.
2. Jika
di tengah kata dasar ada huruf konsonan di antara dua huruf vokal, maka
pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan itu.
3. Jika
di tengah kata dasar terdapat tiga huruf konsonan berurutan yang bukan gabungan
konsonan, pemenggalan dilakukan di antara konsonan pertama, termasuk gabungan
huruf konsonan dengan huruf yang kedua.
4. Kalau
di tengah kata dasar terdapat tiga huruf konsonan atau lebih, pemenggalan
dilakukan antara konsonan yang pertama, termasuk gabungan huruf konsonan dengan
huruf yang kedua.
Pemenggalan kata berimbuhan:
1. Imbuhan,
termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk dan partikel-partikel seperti
kah dan lah yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, pemenggalan
kata dipisahkan sebagai satu kesatuan.
2. Sisipkan –el-, -em-,
dan –er- dalam pemenggalan tidak diperhitungkan sebagai satu
kesatuan, melainkan sebagian dari kata.
Kata
kompleks yaitu kata yang terdiri dari dua unsur atau lebih, pemenggalan
berdasarkan pada unsur-unsur bentukan kata.
Tanda titik (.) digunakan pada:
1. Singkatan
gelar akademik dan singkatan nama orang.
2. Angka
yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan, dan seterusnya.
Penggunaan tanda koma (,):
1. Wajib
digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu atau pembilangan.
2. Wajib
digunakan untuk kalimat majemuk setara, baik majemuk setara berlawanan,
gabungan, urutan, maupun pilihan.
3. Kalimat
yang diawali dengan anak kalimat dan diikuti induk kalimat.
4. Wajib
digunakan untuk memisahkan kata transisi penghubung antar kalimat.
5. Dalam
pedoman ejaan lama, kata yang biasa disebut kata seru selalu diikuti tanda
seru.
6. Kata
seru (fatis) seperti wah, ah, aduh, kasihan, o,
dan ya harus diikuti koma.
7. Memisahkan
unsur atau bagian alamat yang menyamping.
8. Digunakan
di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya dan untuk
membedakannya dari singkatan nama keluarga atau marga.
9. Mengapit
keterangan tambahan dan keterangan aposisi.
Penggunaan
titik dua (:):
1. Digunakan
pada kalimat lengkap yang diberi rincian berupa kata atau frasa.
2. Titik
dua tidak digunakan sebelum rincian yang merupakan pelengkap kalimat yang
mengakhiri pernyataan.
3. Diganti
dengan titik satu pada kalimat lengkap yang diikuti suatu rincianberupa kalimat
lengkap, dan tanda akhir rincian diakhiri titik.
Penggunaan
tanda hubung (-):
1) Dipakai
untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan
2) Pada
kata ulang.
Penggunaan
tanda pisah (-):
1. Membatasi
penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus di luar bangun
kalimat, menegaskan adanya keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih
jelas.
2. Di
antara dua bilangan atau tanggal yang berarti sampai dengan.
3. Di
antara dua nama kota yang berarti ke atau sampai.
TOPIK 4
KUTIPAN, CATATAN
KAKI (Footnote), BIBLIOGRAFI
1.
Kutipan,
Sanduran, Parafrasa
1.1. Kutipan
Disertai Catatan Kaki (Footnote)
Kutipan,
sanduran (parafrasa) adalah salinan kalimat, paragraph, atau pendapat dari
seorang pengarang atau ucapan orang terkenal karena keahliannya, baik yang
terdapat dalam buku, jurnal, baik yang melalui media cetak maupun elektronik.
Jenis
kutiapan ada dua macam :
1)
Kutipan
langsung: salinan yang persis sama dengan sumbernya tanpa
perubahan.
2)
Kutipan
tidak langsung: menyandur, mengambil ide dari suatu
sumber dan menuliskannya sendiri dengan kalimat atau bahasa sendiri.
Cara
menyandur ada dua macam, masing-masing berbeda cara, tujuan, dan manfaatnya.
a. Cara
pertama meringkas yaitu menyajikan
suatu karangan atau bagian karangan yang panjang dalam bentuk ringkas.
Meringkas bertujuan untuk mengembangkan ekspresi penulisan, menghemat kata,
memudahkan pemahaman naskah asli, dan memperkuat pembuktian.
b. Cara
kedua ikhtisar yaitu menyajikan suatu
karangan yang panjang dalam bentuk ringkas, bertolak dari naskah asli, tetapi
tidak mempertahankan urutan, tidak menyajikan keseluruhan isi, langsung kepada
inti bahasan yang terkait dengan masalah yang hendak dipecahkan. Ihktisar
memerlukan ilustrasi untuk menjelaskan inti persoalan.
1.2. Kutipan
(Referensi) dengan Endnote
Daftar
pustaka dalam teks digunakan dalam menulis karangan pendek, misalnya artikel
disurat kabar. Data pustaka dapat ditempatkan pada awal kutipan (sanduran) dan
dapat pula pada akhir kutipan (sanduran). Data pustaka yang ditulikan: pencipta
ide, penulis buku, nama buku, tahun, dan halaman.
2.
Catatan
Kaki
Catan kaki
adalah keterangan atas teks karangan yang ditempatkan pada kaki halaman
karangan yang bersangkutan (Gorys keraf,
1994:1993). Catatn kaki ini dapat berupa rujukan bahan penulisan yang dijadikan
sumber dan dapat pula berupa keterangan tambahan.
Fungsi catatan
kaki:
A. Catatan
kaki yang berupa referensi
1) Fungsi
akademis:
a. Memberikan
dukungan argumentasi atau pembuktian
b. Memperluas
makna informasi bahasa dalamnaskah
c. Menunjukan
objektivitas kualitas karangan
d. Mempermudah
penilaian sumber data
e. Memudahkan
pembedaan data pustaka dan karangan tambahan
f. Mencegah
pengulangan penulisan data pustaka
2) Fungsi
etika (moral):
a. Pengakuan
dan penghargaan kepada penulis sumber informasi
b. Menunjukan
kualitas ilmiah yang lebih tinggi
c. Menunjukkan
kecermatan yang lebih akurat
d. Menunjukkan
etika dan kejujuran intelektual, bukan plagiat, dan
e. Menunjukkan
kesantunan akademis pribadi penulisnya.
3) Fungsi
estetika
a. Mempertinggi
nilai keindahan perwajahan (halaman),
b. Membentuk
variasi format penulisan,
c. Memberikan
kesan dinamis sehingga lebih menarik, dan Menyenangkan pembacanya.
B. Catatan
kaki yang berupa keterangan tambahan:
1) Memberkan
penjelasan (keterangan) tambahan,
2) Memperjelas
konsep, istilah, definisi, komentar atau uraian tambahan tanpa mengganggu
proses pemahaman uraian,
3) Tidak
mengganggu focus analisis atau pembahasan,
4) Meningkatkan
kualitas karangan, dan
5) Mempertinggi
nilai estetika
2.1.
Penulisan
Catatan Kaki (Footnote)
1) Catatan
kaki dipisahkan tiga spasi dari naskah halaman yang sama
2) Antarcatatan
kaki dipisahkan dengan satu spasi
3) Catatan
kaki lebih dari dua baris diketik dengan satu spasi
4) Catatan
kaki diketik sejajar dengan margin
5) Catatan
kaki jenis karangan ilmiah formal, diberi nomor urutan mulai dari nomor satu
untuk catatan kaki pertama pada awal bab berlanjut sampai dengan akhir bab.
6) Nomor
urut angka arab dan tidak diberi tanda apapun
7) Nomor
urut tulis lebih kecil dari huruf lainnya.
2.2.
Ibid.,
op.cit. dan loc.cit. :
Singkatan
ini digunakan untuk membedakan penulisan informasi pustaka dalam catatan kaki.
Penulisan harus memperhatikan persyaratan baku yang sudah lazim.
1) Ibid
a. Ibid
singkatan kata ibidum berarti di tempat yang sama dengan diatasnya
b. Ibid
ditulis dibawah catatan kaki yang mendahuluinya
c. Ibid
tidak dipakai apabila telah ada catatan kaki lain yang menyelinginya.
d. Ibid
diketik atau ditulis dengan huruf capital pada awal kata, dicetak miring, dan
diakhiri titik.
e. Apabila
referensi berikutnya berasal dari jilid atau halaman lain, urutan penulisan:
Ibid, koma, jilid, halaman
2) Op.Cit.
(Opere Citato)
a. Op.Cit.
singkatan kata opera citato yang berate dalam karya yang telah disebut
b. Merujuk
buku sumber yang telah disebutkan dalam didelingi sumber lain
c. Ditulis
dengan huruf capital pada awal suku kata, dicetak miring, setiap suku diikuti
titik, dan
d. Urutan
penulisan: nama pengarang, nama panggilang, nama family, op.cit. nama buku,
halaman.
3) Loc.cit.
(loco citato)
a. Loc.cit.singkatan
loco citato, berarti di tempat yang telah disebutkan,
b. Merujuk
sumber data pustaka yang sama yang
berupa buku kumpulan esai, jurnal, ensiklopedi, atau majalah; dan telah
diselingi sumber lain.
c. Kutipan
bersumber pada halaman yang sama kata loc.cit tidak diikuti nomor halaman
d. Menyebutkan
nama keluarga pengarang.
2.3.
Referensi
Buku, Jurnal, Majalah, dan Surat Kabar
2.3.1.
Satu
pengarang
1) Nama
pengarang ditulis sesuai dengan nama pengarang pada buku, tanpa gelar akademik
2) Setelah
nama pengarang diberi tanda koma.
3) Judul
buku dicetak miring.
4) Setelah
judul buku diikuti informasi buku, sub judul, jilid, edisi; tidak diikuti koma
atau titik.
5) Informasi
penerbitan diapit tanda kurung dengan urutan nama kota, penerbit, dan tahun, setelah kurung tutup, diberi koma.
6) Dapat
diikuti kata halaman (disingkat hlm
atau h, dapat juga tanpa kata
halaman), nomor halaman angka arab, dan diakhiri dengan titik.
Contoh:
Gorys
Keraf, Komposisi, (Flores: Nusa
Indah, 1994), h. 63-70.
2.3.2.
Dua
pengarang
1) Kedua
pengarang ditulis sesuai dengan nama pengarang dibuku, dan diikuti koma,
2) Judul
buku dicetak miring
3) Judul
buku yang diikuti informasi (subjudul, jilid, edisi); tidak disisipi koma atau
titik.
4) Informasi
penerbitan diapit tanda kurung dengan urutan nama kota, penerbit, dan tahun
setelah kurung tutup, diberi koma.
5) Dapat
diikuti kata halaman (disingkat hlm
atau h, dapat juga tanpa kata
halaman), nomor halaman angka arab, dan diakhiri dengan titik.
2.3.3.
Tiga
pengarang
1) Ketiga
nama pengarang ditulis seluruhnya.
2) Tidak
menggunakan singkatan et.al. atau dkk. (dan kawan-kawan)
3) Judul
di cetak miring
4) Judul
buku yang diikuti informasi (subjudul, jilid, edisi); tidak disisipi koma atau
titik.
5) Informasi
penerbitan diapit tanda kurung dengan urutan nama kota, penerbit, dan tahun
setelah kurung tutup, diberi koma.
6) Dapat
diikuti kata halaman (disingkat hlm
atau h, dapat juga tanpa kata
halaman), nomor halaman angka arab, dan diakhiri dengan titik.
7) Nomor
halaman ditulis dengan angka arab, dan diakhiri dengan titik.
2.3.4.
Lebih
dari tiga pengarang
1) Nama
pengarang pertama diikuti singkatan dkk atau et.al. boleh memilih salah satu
singkatan bahasa Indonesia, tetapi harus konsisten tidak berganti-ganti.
Rujukan bahasa asing, misalnya inggris , gunakanlah et.al. jika rujukannya
bersumber pada bahasa Indonesia gunakanlah dkk.
2) Antara
nama dan singkatan pengarang tidak dibubuhi koma.
3) Nama
pengarang diikuti tanda koma.
4) Judul
buku dicetak kiring dan diikuti koma
5) Judul
buku yang diikuti informasi (subjudul, jilid, edisi); tidak disisipi koma atau
titik.
6) Informasi
penerbitan diapit tanda kurung dengan urutan nama kota, penerbit, dan tahun
setelah kurung tutup, diberi koma.
7) Dapat
diikuti kata halaman (disingkat hlm
atau h, dapat juga tanpa kata
halaman), nomor halaman angka arab, dan diakhiri dengan titik.
8) Nomor
halaman ditulis dengan angka arab, dan diakhiri dengan titik
2.3.5.
Artikel
dalam Jurnal, Majalan, dan Surat Kabar
1) Susunan
artikel dalam jurnal
a. Nomor
urutan pengarang dengan huruf kecil menggantung, rapat dengan garis margin kiri
diikuti nama pengarang, koma,
b. Judul
artikel diapit tanda petik diikuti koma,
c. Nama
jurnal dicetak miring diikuti koma,
d. Nomor
volume diikuti titik dua (:) diikuti nomor halaman, diikuti koma,
e. Bulan
dan tahun penerbitan diapit kurung dan diikuti koma, diikuti nomor halaman dan
ditutup dengan titik.
2) Majalah
Urutan
unsur yang dituliskan: nomor urut catatan kaki, nama pengarang, judul artikel
(diapit tanda petik), nama majalah (dicetak miring), nomor dan tanggal
penerbitan, dan halaman.
Contoh
:
Dedi
Humaedi, “Kiat Perusahaan Hidup untuk Hidup Terus,” Swa Sembada, 16/XX/5-18 Agustus 2004, h. 107-109.
3) Surat
Kabar
Urutan
unsur yang dituliskan: nama pengarang (kalau tidak ada nama tuliskan halaman
pembahasan, misalnya: opini, tajuk, tifa), judul artikel (diapit tanda petik), nama surat kabar
(dicetak miring), dan tanggal dan tempat penerbitan.
2.4.
Singkatan-singkatan
Singkatan
yang lazim digunakan dalam penulisan catatan kaki:
a.b :
alih bahasa
[Sich!] :
seperti pada aslinya, digunakan untuk menunjukan bahwa kesalaham terdapat pada
naskah aslinya
Cf. atau conf. : confer, bandingkan
Chap. : chapter, bab
Ed., ed : Editor (penyunting),
edisi
dkk : dan kawan-kawan
et seq atau et. Seqq : et sequens atau et. Sequentes dan halaman
berikutnya
et.al : et alii dan
lain-lain, untuk menggantikan pengarang yang tidak disebut
Hlm., hlm., atau h. : halaman
Idid., atau ibid : ibidum, sama dengan diatasnya
Loc.Cit. atau loc.cit. : berfungsi untuk menunjuk kembali sumber
dari jurnal, majalah, atau kumpulan esai yang sama yang telah dikutip
Op.Cit atau op.cit. : berfungsi untuk menunjuk kembali sumber
dari buku yang sama yang telah dikutip.
3.
Bibliografi
3.1.
Penulisan
Bibliografi
1. Daftar
pustaka disusun menurut abjad pengarang, tanpa nomor urut
2. Judul
buku dicetak miring
3. Jarak
antara butir buku dua spasi
4. Jarak
dalam butir pustaka satu spasi
Cara
menuliskan :
a. Urutkan
nama pengarang disusun dari belakang kedepan mengikuti urutsan dalam buku
kecuali nama Thionghoa
b. Jika
penulis adalah satu badan atau instansi, yayasan, departemen, komite,
organisasi, dan pusat, maka nama badan badan tersebut menggantikan tempat nama
pengarang/penulis
c. Jika
tidak ada nama pengarang atau penulis, maka dimulai dengan nama buku
d. Nama
buku dicetak miring dalam tulisan tangan atau ketikan nama buku mendapatkan
garis bawah masing-masing
e. Urutan
tanda baca seperti diatas itulah yang dikehendaki
f. Jika
ada lebih dari satu nama kota, maka diambil nama yang pertama
g. Jika
tidak ada angka tahun, berilah angka tahun terahir. Angka tahun biasanya
terdapat pada sampul dalam buku. Jika tidak ada juga, berilah singkatan t.th
(tanpa angka tahun).
Catatan
:
Penulis
dua pengarang atau lebih, nama penulis pertama dibalik, penulis kedua dan
seterusnya tidak dibalik.
3.2.
Penyusunan
Bibliografi
3.2.1.
Penyusunan
Bibliografi Cara Pertama
1. Nama
pengarang (susunan: nama kedua, koma, nama pertama)
2. a.
judul buku
b. judul artikel, nama
jurnal vol. No./majalah/surat kabar
c. judul esai, nama
buku kumpulan esai
d. judul karangan /
penjelasan kata (istilah), nama ensiklopedia
3. Nama
kota
4. Nama
penerbit
5. Tahun
penerbit
3.2.2.
Penyusunan
Bibliografi Cara Kedua
1. Nama
pengarang, titik.
2. Tahun
penerbit, titik, ( angka yahun boleh diapit tanda kurung, asal konsisten)
3. Judul
karangan, buku, jurnal, majalah, kumpulan esai, titik
4. Nama
kota, titik dua.
5. Nama
penerbit, titik.
TOPIK 5
DIKSI
1.
Diksi dan Gaya Bahasa
Diksi atau
pilhan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa makna dari gagasan
yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok)
dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
Gaya
bahasa mempengaruhi terbentuknya suasana, kejujuran, kesopanan, kemenarikan,
tingkat keresmian atau realita. Gaya bahasa berdasarkan nada yang dihasilkan
oleh pilihan kata ini ada tiga macam, yaitu : (1) Gaya bahasa bernada rendah (gaya sederhana) menghasilkan ekspresi
pesan yang mudah dipahami oleh berbagai lapisan pembaca, misalnya dalam
buku-buku pelajaran, penyajian fakta, dan pembuktian. (2) Gaya bahasa bernada menengah, rangkaian kata yang disusun
berdasarkan kaidah sintaksis dengan menimbulkan suasana damai dan kesejukkan,
misalnya: dalam seminar, kekeluargaan dan kesopanan (3) Gaya bahasa bernada tinggi, mengekspresikan maksud dengan penuh
tenaga, menggunakan pilihan kata yang penuh vitalita, energi, dan kebenaran
universal. Gaya ini menggunakan kata-kata yang penuh keagungan dan kemuliaan
yang dapat menghayutkan emosi pembaca atau pendengarnya. Gaya ini sering
digunakan untuk menggerakkan massa dalam jumlah yang sangat banyak.
Diksi
berfungsi sebagai alat agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pembaca atau
penulis terhadap pendengar atau pembaca dalam berkomunikasi
2.
Ketepatan Kata
Diksi
adalah Ketepatan pilihan kata. Indikator ketepatan kata ini, antara lain:
(1)mengomunikasikan gagasan berdasarkan pilihan kata yang tepat dan sesuai
berdasarkan kaidah bahasa Indonesia (2) menghasilkan komunikasi puncak (yang
paling efektif) tanpa salah penafsiran atau salah makna, (3) menghasilkan
respon pembaca atau pendengar sesuai dengan harapan penulis atau pembicara, dan
(4) menghasilkan target komunikasi yang diharapkan.
3.
Kesesuaian Kata
Syarat
kesesuaian kata
1) Menggunakan
ragam baku dengan cermat dan tidak mencampur adukkan penggunaannya dengan kata
tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan, misalnya: hakikat (baku), hakekat
(tidak baku)
2) Menggunakan
kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat, misalnya : kencing (kurang sopan), buang air kecil (lebih soopan).
3) Menggunakan
kata berpasangan (idiomatic) dan berlawanan makna dengan cermat, misalnya: sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar)
4) Menggunakan
kata dengan nuansa tertentu, misalnya: berjalan
lambat, mengesot, dan merangkak.
5) Menggunakan
kata ilmiah untuk penulisan karangan ilmiah, dan komunikasi nonilmiah
(surat-menyurat, diskusi umum) menggunakan kata popular, misalnya: argumentasi (ilmiah), pembuktian (popular)
6) Menghindarkan
penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis, misalnya: tulis, baca,
kerja (bahasa lisan), menulis, menuliskan, membaca, membacakan, bekerja,
mengerjakan, dikerjakan (bahasa tulis).
Fungsi
Diksi:
1) Melambangkan
gagasan yang diekspresikan secara verbal
2) Membentuk
gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi)
3) Menciptakan
komunikasi yang baik dan benar
4) Menciptakan
suasana yang tepat
5) Mencegah
perbedaan penafsiran
6) Mencegah
salah pemahaman, dan
7) Mengefektifkan
pencapaian target komunikasi
4.
Perubahan Makna
Faktor
penyebab perubahan makna:
1.
Kebahasaan
a. Perubahan
intonasi adalah perubahan makna yang diakibatkan oleh perubahan nada, irama,
dan tekanan.
b. Perubahan
struktur frasa: kaleng susu ( kaleng
bekas tempat susu), susu kaleng (susu
yang dikemas dalam kaleng)
c. Perubahan
bentuk kata adalah perubahan makna yang ditimbulkan oleh perubahan bentuk. Tua (tidak muda) jika ditambah awalan ke- menjadi ketua, makna berubah menjadi
pemimpin.
d. Kalimat
akan berubah makna jika strukturnya berubah.
2.
Kesejarahan
Penggunaan kata
bercetak miring pada masa lalu dan bandingkan dengan pemakaian kata bahasa masa
sekarang.
Prestasi orang itu berbobot. (sekarang berkualitas)
Prestasi
kerjanya mengagumkan. (sekarang kinerja)
3.
Kesosialan
Masalah sosial
berpengaruh terhadap perubahan makna. Kata gerombolan
yang pada mulanya bermakna orang
berkumpul atau kerumun. Kemudian kata itu tidak digunakan karena berkonotasi
dengan pemberontak, perampok dan sebagainya.
Perhatikan kata-kata
berikut:
Petani
kaya disebut petani
berdasi
Militer
disebut
baju hijau
Guru
disebut
pahlawan tanpa tanda jasa
4.
Kejiwaan
5.
Bahasa
Asing
6.
Kata
Baru
5.
Denotasi dan Konotasi
Kata denotasi lebih
menekankan tidak adanya nilai rasa, sedangkan konotasi bernilai kias.
Makna denotasi lazim
disebut 1) makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi
(pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau
pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan objektif. 2)
makna sebenarnya, 3) makna lugas yaitu makna apa adanya , lugu, polos, makna
sebenarnya, bukan makna kias.
6.
Sinonim
Sinonim ialah persamaan
makna kata. Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk, ejaan, dan
pengucapannya, tetapi bermakna sama. Dua kata bersinonim atau hampir bersinonim
tidak digunakan dalam sebuah frasa. Misalnya: adalah merupakan, agar supaya,
bagi untuk, adalah yaitu, yth. Kepada.
7.
Idiomatic
Idiomatik adalah
penggunaan kedua kata yang berpasangan. Misalnya: sesuai dengan, disebabkan
oleh, berharap akan, dan lain-lain.
8.
Kata Tanya: Di Mana, Yang Mana, Hal Mana
Kata tanya hanya
digunakan untuk menanyakan sesuatu jika tidak menanyakan sesuatu tidak
digunakan (digunakan berarti salah).
9.
Homonim, Homofon, Homograf
9.1.
Homonim
Homonim adalah kata yang sama lafal dan ejaannya
dengan kata yang lain tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber yang
berbeda .
Contoh
pasangan kata yang termasuk homonim:
a.
bisa : dapat bisa : racun
b.
buku : ruas buku : kitab
c.
salak : nama buah salak : bunyi gonggongan anjing
d.
bulan : waktu 30 hari bulan : nama satelit bumi
e.
genting : gawat genting : benda penutup atap rumah
f. malam : nama waktu lawannya
siang malam : nama zat bahan membatik
9.2.
Homofon
Homofon terdiri atas kata homo berarti sama dan foni
(phone) berarti bunyi atau suara. Homofoni mempunyai pengertian sama bunyi,
berbeda tulisan, dan berbeda makna.
9.3.
Homograf
Homograf terdiri dari kata homo berarti sama dan
graf (graph) berarti tulisan. Homografi ditandai oleh kesamaan tulisan, berbeda
bunyi, dan berbeda makna.
10.
Kata Abstrak
dan Kata Konkret
Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep,
sedangkan kata konkret mempunyai referensi objek yang dapat diamati.
11.
Kata Umun dan
Kata Khusus
Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan
ruang lingkupnya. Makin luas ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya.
Sebaliknya, makna kata menjadi sempit ruang lingkupnya makin khusus sifatnya.
12.
Peristilahan
12.1.
Sumber Istilah
12.1.1.
Istilah
Indonesia
12.1.2.
Istilah
Nusantara
12.1.3.
Istilah
Asing
12.1.4.
Perekaciptaan
12.2.
Tata Bahasa Peristilahan
12.3.
Semantic Peristilahan
13.
Definisi
Istilah
13.1.
Jenis Definisi
13.1.1.
Definisi
Nominal
Definisi nominal berupa pengertian singkat.
Definiens pada jenis definisi jenis ini ada tiga macam, yaitu:
1) sinonim
atau padanan,
2) terjemahan
dari bahasa lain,
3) asal
usul sebuah kata.
13.1.2.
Definisi
Formal
Definisi
formal disebut juga definisi terminologis, yaitu definisi yang disusun
berdasarkan logika formal yang terdiri dari tiga unsur. Struktur definisi ini berupa kelas,
genus, danpembeda (deferensiasi).
Syarat-syarat definisi formal:
1.
Definiendum dan
definiens bersifat koterminus, mempunyai makna yang sama.
2.
Definiendum dan
definiens bersifat konvertabel, dapat dipertukartempatkan tempatnya.
3.
Definiens tidak
berupa sinonim, padanan, terjemahan, etimologi, bentuk populer, atau
pengulangan definiendum.
4.
Definiens bukan
kiasan, perumpamaan, atau pengadaian.
5.
Definiens
menggunakan makna paralel dengan definiendum, tidak menggunakan kata di mana,
yang mana, jika.
6.
Definiens
menggunakan bentuk positif, bukan kalimat negatif; tanpa kata negatif: tidak,
bukan.
7.
Pembeda
(deferensiasi) pada definiens harus mencukupi sehingga menghasilkan makna yang
bias (samar) dengan kelas yang lain.
13.1.3.
Definisi
Operasional
Definisi operasional adalah batasan
pengertian yang dijadikan pedoman untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan,
misalnya penelitian.
Ciri-ciri
definisi operasional:
1. Mengacu
pada target pekerjaan yang hendak dicapai,
2. Berisi
pembatasan konsep, tempat, dan waktu, dan
3. Bersifat
aksi, tindakan, atau pelaksanaan suatu kegiatan.
13.1.4.
Definisi
Paradigmatis
Definisi paradigmatis
bertujuan untuk mempengaruhi pola berfikir orang lain. Ciri-ciri definisi
paradigmatis:
1.
Disusun
berdasarkan paradigma (pola pikir) nilai-nilai tertentu,
2.
Berfungsi untuk
mempengaruhi sikap, perilaku, atau tindakan orang lain,
3.
Bertujuan agar
pembaca mengubah sikap sesuai dengan definisi,
4.
Berhubungan
dengan nilai-nilai tertentu,
5.
Fungsi definisi
paradigmatis: 5 efek persuasif.
13.1.5.
Definisi
Luas
Definisi luas adalah batasan pengertian yang
sekurang-kurangnya terdiri atas satu paragraf.
Ciri-ciri definisi luas:
1.
Terdiri
sekurang-kurang nya satu paragraf,
2.
Berisi satu
gagasan yang merupakan definiendum,
3.
Idak menggunakan
kata kias,
4.
Setiap kata
dapat dibuktikan atau diukur kebenarannya, dan
5.
Menggunakan
penalaran yang jelas.
14.
Kata Baku dan Nonbaku
KATA BAKU
Kata baku adalah kata yang
pengucapan ataupun penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah standar yang
dimaksud dapat berupa pedoman ejaan(EYD), ejaan bahasa baku, dan kamus umum.
KATA TIDAK BAKU
Adapun kata tidak baku adalah kata yang cara pengucapan atau
penulisannya tidak memenuhi kaidah-kaidah standar.
CIRI-CIRI KATA BAKU
1. Tidak
dipengaruhi oleh bahasa daerah
2. Tidak
dipengaruhi oleh bahasa asing
3. Bukan
merupakan ragam bahasa percakapan
4. Tidak
rancu
5. Digunakan
sebagai konteks kalimat
6. Pemakaian
imbuhan secara eksplisit
CIRI-CIRI BAHASA TIDAK BAKU
• Bentuk
kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak
• menggunakan
kata penghubung.
• Menggunakan
kata-kata yang biasa dan lazim dipakai sehari-hari. Contoh: bilang,
bikin, pergi, biarin.
Didalam bahasa tutur, lagu kalimat memegang peranan penting,
tanpa bantuan lagu kalimat sering orang mengalami kesukaran dalam memahami bahasa
tutur
BAHASA BAKU DIGUNAKAN DALAM SITUASI
ACARA RESMI
1. Komunikasi
resmi (surat-menyurat resmi, perundang-undangan),
2. Wacana
teknis (laporan resmi, karyawan ilmiah),
3. Pembicaraan
di depan umu (pidato, ceramah, khotbah, kuliah/mengajar sebagai bahasa
pengantar), dan
4. Upacara-upacara
resmi (upacara kenegaraan, peringatan hari-hari besar).
BAHASA TIDAK BAKU DIGUNAKAN DALAM
SITUASI TIDAK RESMI
1. Komunikasi
tidak resmi,
2. Tutur
sapa santai,
3. Situasi
keakraban, dan
4. Pentas
(dagelan, lelucon, atau humorisI.
14.1.
Kata
dan Frasa Penghubung Antarkalimat Diikuti Koma
Kata penghubung antar
kalimat diikuti koma (,). Tanpa koma penulisan dinyatakan salah. Misalnya :
akan tetapi,…. Oleh karena itu,….. Tegasnya,…..
14.2.
Kata
dalam Kalimat yang Didahului Koma
Penulisan kata tertentu
(karena, tetapi, sedangkan, antara lain, misalnya, seperti) yang diikuti detail
(perincian) harus didahului koma.
14.3.
Penulisan
Kata Berdasarkan Kebenaran Fakta
Fakta ditulis dalam
kurung dengan huruf kapital
14.4.
Nama
Jenis dan Nama Produk
Penulisan nama jenis
benda yang terkait dengan nama kota ditulis dengan huruf kecil, sedangkan nama
kota penghasil produk ditulis dengan huruf kapital:
1. Nama
jenis benda
2. Nama
kota penghasil produk di tulis dengan huruf kapital
3. Nama
kota penghasil karya seni ditulis dengan huruf kapital.
14.5.
Kata
Baku Berimbuhan
14.6.
Seperti,
Misalnya, Antara lain
14.7.
Masing-masing,
Setiap, Suatu, Sesuatu
14.8.
Penggunaan
Kata Idiomatik
Topik 6
Kelas Kata,
Frasa, Klausa, dan Kalimat
Unsur
bahasa terkecil berupa kalimat. Berbahasa berarti menyusun kalimat, yaitu
merangkai kata-kata yang membentuk satuan fungsi subjek, predikat, objek,
pelengkap, dan keterangan ke dalam sebuah kalimat. Kemampuan membuat kalimat
efektif dipengaruhi oleh keterampilan mengaplikasikan kelas kata, frasa, dan
klausa; pola kalimat dasar, kalimat tunggal, pola kalimat majemuk; dan
unsur-unsur yang mendasari kalimat efektif.
Kelas
kata (jenis kata) adalah golongan kata dalam satuan bahasa berdasarkan kategori
bentuk, fungsi, dan makna dalam sistem gramatikal.
Fungsi
kelas kata:
1. Melambangkan
pikiran atau gagasan yang abstrak menjadi konkret,
2. Membentuk
bermacam-macam struktur kalimat,
3. Memperjelas
makna gagasan kalimat,
4. Membentuk
satuan makna sebuah frasa, klausa, atau kalimat,
5. Membentuk
gaya pengungkapan sehingga menghasilkan karangan yang dapat dipahami dan
dinikmati oleh orang lain,
6. Mengungkap
berbagai jenis ekspresi, antara lain: berita, perintah, penjelasan,
argumentasi, pidato, dan diskusi,
7. Mengungkap
berbagai sikap, misalnya: setuju, menolak, dan menerima.
Kelas
kata bahasa Indonesia terdiri atas:
1. Verba
2. Adjektiva
3. Nomina
4. Pronominal
5. Numeralia
6. Adverbial
7. Interogativa
8. Demontrativa
9. Artikula
10. Preposisi
11. Konjungsi
12. Fatis
13. Interjeksi
Verba
dapat dikenali melalui (1) bentuk morfologis, (2) perilaku sintaksis, dan (3)
perilaku semantis dari keseluruhan kalimat.
Berdasarkan
bentuk kata (morfologis), verba dapat dibedakan menjadi: (1) verba dasar (tanpa
afiks), (2) verba turunan a) verba dasar + afiks (wajib); b)verba dasar + afiks
(tidak wajib); c) verba dasar (terikat afiks) + afiks (wajib); d) reduplikasi
atau bentuk ulang; e) majemuk.
Berdasarkan
banyaknya pembuktian (argumentasi), verba dapat dibedakan menjadi (1) verba
transitif disertai objek (a) monotransitif, (b) verba bitransitif, (c) verba
ditransitif. (2) verba intransitif tidak menghendaki adanya objek.
Berdasarkan
jenis dalam hubungan verba dengan nomina:
1. Verba
aktif subjek sebagai pelaku.
2. Verba
pasif sebagai sasaran atau penderita.
3. Verba
antiaktif (urgative) tidak dapat dibentuk menjadi verba aktif.
4. Verba
antipasif tidak dapat dibentuk menjadi pasif.
Berdasarkan
interaksi verba (perilaku, sintaksis, tindakan, atau perbuatan) dengan nomina
pendampingnya:
1. Verba
resiprokal (berbalasan, saling melakukan)
2. Verba
nonresiprokal tidak berbalasan
Berdasarkan
perpindahan kelas kata: (1) verba denominal (nomina ke verba), (2) verba
deadjektif, (3) deadverbial.
Deadjektiva
ditandai dengan dapat didampingkannya kata lebih, sangat, agak,
dan paling. Berdasarkan bentuknya, adjektiva dibedakan menjadi: (1) adjektiva
dasar; (2) adjektiva turunan; (3) adjektiva paduan kata (frasa) ada dua macam:
(a) subordinatif jika salah satu kata menerangkan kata lainnya; (b) koordinatif
setiap kata tidak saling menerangkan.
Nomina
ditandai dengan tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak, tetapi
dapat dinegatifkan dengan kata bukan.
Nomina
dapat dibedakan:
1. Berdasarkan
bentuknya: (a) nomina dasar; (b) nomina turunan.
2. Berdasarkan
subkategori: (a) nomina bernyawa dan tidak bernyawa; (b) nomina terbilang dan
tidak terbilang.
Pronomina
adalah kata yang dipakai untuk mengacu ke nomina lain, berfungsi untuk
menggantikan nomina.
Ada
tiga macam pronomina, yaitu:
1. Pronomina
persona adalah pronomina yang mengacu kepada orang.
2. Pronomina
penunjuk.
3. Pronomina
penanya adalah pronomina yang digunakan sebagai pemarkah (penanda) pertanyaan.
Berdasarkan
hubungannya dengan nomina, pronomina dibedakan atas:
1. Pronomina
intratekstual dalam hubungan teks yang sama
2. Pronomina
ekstratekstual dalam hubungan teks yang berbeda
Berdasarkan
referensinya pronomina dibedakan atas:
1. Pronomina
takrif (pemberitahuan, pernyataan, penentuan, batasan) mengacu kepada bentuk
persona formal tertentu,
2. Pronomina
taktakrif (tidak mengacu kepada bentuk persona atau benda tertentu),
Numeralia
dapat diklasifikasikan berdasarkan subkategori: (1) numeralia takrif
(tertentu): (a) numeralia pokok ditandai dengan jawaban berapa? Satu, dua,
tiga, dan seterusnya. (b) numeralia tingkat ditandai dengan jawaban yang
keberapa? Dan (c) numeralia kolektif ditandai dengan satuan bilangan. (2)
Numeralia tak takrif (tidak tertentu).
Adverbia
adalah kata yang memberi keterangan pada verba, adjektiva, nomina predikatif,
atau kalimat. Berdasarkan bentuknya, adverbia mempunyai (1) bentuk tunggal
(monomorfemis): sangat, hanya, lebih, segera, agak, dan akan.
(2) bentuk jamak (polimorfemis): belum tentu, benar-benar, jangan-jangan,
kerap kali, lebih-lebih, mau tidak mau, mula-mula, tidak
mungkin, dan paling-paling.
Interogativa
berfungsi menggantukan sesuatu yang hendak diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan
sesuatu yang telah diketahuinya.
Demonstrativa
berfungsi untuk menunjukkan sesuatu di dalam atau di luar wacana. Sesuatu itu
disebut anteseden.
Artikula
berfungsi untuk mendampingi nomina dan verba pasif.
Preposisi
adalah kata yang terletak di depan kata lain sehingga berbentuk frasa atau
kelompok kata.
1. Preposisi
dasar: di, ke, dari, pada, demi, dan lain-lain.
2. Preposisi
turunan: di antara, di atas, ke dalam, dari samping, dari luar,
kepada, dan lain-lain.
Konjungsi
berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian atau kalimat yang satu dengan
kalimat lain dalam suatu wacana. Konjungsi dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Konjungsi
intrakalimat: agar, atau, dan, hingga, sedang, sehingga, serta, supaya,
tetapi,dan sebagainya.
2. Konjungsi
ekstrakalimat: jadi, di samping itu, oleh karena itu, oleh sebab itu,
dengan demikian, walaupun demikian, akibatnya, tambahan pula, dan
sebagainya.
Fatis
berfungsi untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan. Jenis
kata ini lazim digunakan dalam dialog atau wawancara. Misalnya: ah, ayo,
kok, mari, nah,dan yah.
Interjeksi
berfungsi untuk mengungkapkan perasaan, terdiri atas dua jenis:
1. Bentuk
dasar: aduh, ah, eh, idih, ih, wah, dan sebagainya.
2. Bentuk
turunan: alhamdulillah, astaga, brengsek, insya Allah, dan sebagainya.
Frasa
adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nopredikatif. Klausa adalah
kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan
berpotensi menjadi kalimat.
Frasa
verbal adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata kerja, terdiri atas 3
macam, yaitu:
(1) Frasa
verbal modifikatif (pewatas), terdiri atas:
a) Pewatas
belakang.
b) Pewatas
depan.
(2) Frasa
verbal koordinatif adalah dua verba yang disatukan dengan kata
penghubung dan atauatau.
(3) Frasa
verbal apositif yaitu sebagai keterangan yang disebabkan atau diselipkan.
Frasa
adjektival adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata sifat atau keadaan
sebagai inti (diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi
menerangkan. Frasa adjektival mempunyai tiga jenis: (1) Frasa adjektival
modifikatif (membatasi), (2) Frasa adjektival koordinatif (menggabungkan), (3)
Frasa adjektival apositif.
Frasa
nominal adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata
benda ke kiri dan ke kanan; ke kiri menggolongkan, ke kanan sesudah kata benda
(inti) berfungsi mewatasi (membatasi).
1. Frasa
nominal modifikatif (mewatasi).
2. Frasa
nominal koordinatif (tidak saling menerangkan).
3. Frasa
nominal apositif.
Frasa
adverbial adalah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat.
Frase
pronominal adalah frasa yang dibentuk dengan kata ganti. Frasa ini terdiri atas
tiga jenis: (1) modifikatif, (2) koordinatif, (3) apositif.
Frasa
numeralia adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan. Frasa ini
terdiri atas:
1. Modifikatif
2. Koordinatif
Frasa
interogativa koordinatif adalah frasa yang berintikan pada kata tanya.
Frasa
demonstrativa koordinatif dibentuk dengan dua kata yang saling menerangkan.
Frasa
proposisional dibentuk dengan kata depan dan tidak saling menerangkan.
Klausa
adalah kelompok kata yang berpotensi menjadi kalimat. Dalam kalimat majemuk
setara (koordinatif) setiap klausa mempunyai kedudukan yang sama.
Kalimat
majemuk bertingkat (subordinatif) dibangun dengan klausa yang berfungsi
menerangkan klausa lainnya.
Gabungan
kalimat majemuk setara dan bertingkat terdiri dari tiga klausa atau lebih.
Kalimat
adalah satuan bahasa terkecil yang merupakan kesatuan pikiran. Kalimat disusun
berdasarkan unsur-unsur yang berupa kata, frasa, dan/atau klausa.
Ciri-ciri
kalimat:
1. Dalam
bahasa lisan diawalli dengan kesenyapan dan diakhiri dengan kesenyapan. Dalam
bahasa tulis diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan titik, tanda
tanya, atau tanda seru.
2. Kalimat
aktif sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat.
3. Predikat
transitif disertai objek, predikat intransitif dapat disertai pelengkap,
4. mengandung
pikiran yang utuh,
5. menggunakan
urutan logis,
6. mengandung
satuan makna, ide, atau pesan yang jelas,
7. dalam
paragraf yang terdiri dua kalimat atau lebih, kalimat-kalimat disusun dalam
satuan makna pikiran yang saling berhubungan, hubungan disalin dengan
konjungsi, pronomina atau kata ganti, repetisi, atau struktur sejajar.
Subjek
atau pokok kalimat merupakan unsur utama kalimat. Subjek dalam kalimat berfungsi:
(1) membentuk kalimat dasar, kalimat luas, kalimat tunggal, kalimat majemuk,
(2) memperjelas makna, (3) mejadi pokok pikiran, (4) menegaskan (memfokuskan)
makna, (5) memperjelas pikiran ungkapan, dan (6) membentuk kesatuan pikiran.
Ciri-ciri
subjek:
1. Jawaban apa atau siapa,
2. didahului
kata bahwa,
3. berupa
kata atau frasa benda (nomina),
4. disertai
kata ini, atau itu,
5. disertai
pewatas yang,
6. kata
sifat didahului kata si atau sang.
7. Tidak
didahului preposisi,
8. Tidak
dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan
kata bukan.
Subjek
kalimat dapat berupa kata dan dapat pula berupa frasa.
Predikat
seperti halnya dengan subjek, predikat kalimat kebanyakan muncul secara
eksplisit.
Ciri-ciri
predikat:
1. jawaban
mengapa, bagaimana,
2. dapat
diingkarkan dengan tidak atau bukan,
3. dapat
mendahului keterangan aspek: akan, sudah, sedang, selalu, hampir,
4. dapat
didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya, mesti,
selayaknya, dan lain-lain,
5. tidak
didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi menjadi
perluasan subjek,
6. didahului
kata adalah, ialah, yaitu, yakni,
7. predikat
dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau bilangan.
Kehadiran
objek dalam kalimat bergantung pada jenis predikat kalimat serta ciri khas
objek itu sendiri.
Ciri-ciri
objek:
1) berupa
kata benda,
2) tidak
didahului kata depan,
3) mengikuti
secara langsung di belakang predikat transitif,
4) jawaban
apa atau siapa yang terletak di belakang predikat transitif, dan
5) dapat
menduduki fungsi subjek apabila kalimat itu dipasifkan.
Pelengkap
adalah unsur kalimat yang berufungsi melengkapi informasi, mengkhususkan objek,
dan melengkapi struktur kalimat.
Ciri-ciri
pelengkap:
1) bukan
unsur utama, tetapi tanpa pelengkap kalimat itu tidak jelas dan tidak lengkap
informasinya,
2) terletak
di belakang predikat yang bukan kata kerja transitif.
Keterangan
kalimat berfungsi menjelaskan atau melengkapi informasi pesan-pesan kalimat.
Ciri-ciri
keterangan:
1) bukan
unsur utama kalimat, tetapi kalimat tanpa keterangan , pesan menjadi tidak jelas,
dan tidak lengkap,
2) Tempat
tidak terikat posisi, pada awal,
tengah, atau akhir kalimat,
3) dapat
berupa: keterangan waktu, tujuan, tempat, sebab, akibat, syarat, cara, posesif,
dan pengganti nomina,
4) dapat
berupa keterangan tambahan dapat berupa aposisi.
Konjungsi
adalah bagian kalimat yang berfungsi menghubungkan (merangkai) unsur-unsur
kalimat dalam sebuah kalimat, sebuah kalimat dengan kalimat lain, dan (atau)
sebuah paragraf dengan paragraf lain. Konjungsi dibagi menjadi dua, yakni
perangkai intrakalimatperangkai antarkalimat.
Modalitas
dalam sebuah kalimat sering disebut keterangan predikat.
Fungsi
modalitas:
a) Mengubah
nada: dari nada tegas menjadi ragu-ragu atau sebaliknya, dari nada keras
menjadi lembut atau sebaliknya.
b) Menyatakan
sikap.
Kalimat
merupakan sarana komunikasi untuk menyampaikan pikiran atau gagasan kepada
orang lain agar dapat dipahami dengan mudah. Untuk itu, kalimat harus disusun
berdasarkan struktur yang benar, pengungkapan gagasan secara baik:
singkat, cermat, tepat, jelas maknanya, dan santun.
a) Struktur
yang Benar
Struktur
kalimat dibentuk berdasarkan unsur subjek, predikat, pelengkap, dan keterangan
(jika diperlukan).
b) Ketepatan
Urutan Kata
Urutan
kata, frasa, atau klausa, dalam sebuah kalimat yang menggambarkan proses harus
disusun secara logis.
c) Ketepatan
Hubungan Antar kalimat
Hubungan
antarkalimat terkait dengan penggunaan kata penghubung dan gagasan yang
dihubungkan.
Kalimat
yang jumlah dan ragamnya begitu banyak, pada hakikatnya disusun berdasarkan
pola-pola tertentu yang amat sedikit jumlahnya.
Pola
kalimat dasar sekurang-kurangnya terdiri atas subjek (S) dan predikat (P).
Pola
kalimat dasar mempunyai ciri-ciri:
1) berupa
kalimat tunggal,
2) sekurang-kurangnya
terdiri dari satu subjek (S) dan satu predikat (P),
3) selalu
diawali dengan subjek,
4) berbentuk
kalimat aktif,
5) unsur
tersebut ada yang berupa kata dan ada yang berupa frasa, dan
6) dapat
dikembangkan menjadi kalimat luas dengan memperluas subjek, predikat, objek,
dan keterangan.
Pola
kalimat majemuk terdiri dari kalimat majemuk setara, bertingkat, dan gabungan
(setara dan bertingkat). Masing masing mempunyai karakter yang
berbeda-beda. Kalimat majemuk setara bersifat koordinatif, tidak saling
menerangkan. Kalimat majemuk setara ada 4 macam, yaitu: (a) setara gabungan
menggunakan kata dan, serta; (b) setara pilihan mengunakan kata atau;
(c) setara urutan menggunakan kata lalu, lantas, dan kemudian;
(d) setara perlawanan menggunakan kata tetapi.
Kalimat
majemuk bertingkat disusun berdasarkan jenis anak kalimatnya. Kalimat majemuk
bertingkat ada 8 macam, dibedakan berdasarkan jenis anak kalimat (AK):
1. AK keterangan
waktu menggunakan kata ketika, waktu, saat, setelah, sebelum.
2. AK keterangan
sebab menggunakan kata sebab, lantaran, karena.
3. AK keterangan
hasil (akibat) menggunakan kata hingga, sehingga, akhirnya.
4. AK keterangan
syarat menggunakan jika, apabila, kalau, andaikata.
5. AK keterangan
tujuan menggunakan kata agar, supaya, demi, untuk, guna.
6. AK keterangan
cara menggunakan kata dengan, dalam.
7. AK keterangan
posesif menggunakan kata meskipun, walaupun, biarpun.
8. AK keterangan
pengganti nomina menggunakan bahwa.
Kalimat
efektif adalah kalimat yang singkat, padat, jelas, lengkap, dan dapat
menyampaikan informasi secara tepat.
Ciri-ciri
kalimat efektif:
1)
keutuhan, kesatuan, kelogisan, atau
kesepadanan makna dan struktur,
2)
kesejajaran bentuk kata, dan (atau)
struktur kalimat secara gramatikal,
3)
kefokusan pikiran sehingga mudah
dipahami,
4)
kehematan penggunaan unsur kalimat,
5)
kecermatan dan kesantunan, dan
6)
kevariasian kata, dan struktur sehingga menghasilkan
kesegaran bahasa.
Kesatuan
kalimat ditandai oleh adanya kesepadanan struktur dan makna kalimat.
Kesejajaran
adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan secara konsisten.
Kalimat
efektif harus memfokuskan pesan terpenting agar mudah dipahami maksudnya.
Untuk
menjamin kehematan kalimat, setiap unsur kalimat harus berfungsi dengan baik,
unsur yang tidak mendukung makna kalimat (mubazir) harus dihindarkan.
Kecermatan
kata dalam kalimat ditentukan ketepatan pilihan kata.
Kesantunan
kalimat mengandung makna bahwa gagasan yang diekspresikan dapat mengembangkan
suasana yang baik, hubungan yang harmonis, dan keakraban.
Kevariasian
kalimat dapat dilakukan dengan variasi struktur, diksi, dan gaya asalkan
variasi tersebut tidak menimbulkan perubahan makna kalimat yang dapat
menimbulkan salah pemahaman atau salah komunikasi.
Kecermatan
diksi memasalahkan ketepatan kata. Untuk itu, penulis harus membedakan kata
yang hampir bersinonim, struktur idiomatik, kata yang berlawanan makna,
ketepatan dan kesesuaian, dan sebagainya.
Kecermatan
menggunakan ejaan dan tanda baca dapat menentukan kualitas penyajian data.
Kesalahan
kalimat dapat berakibat fatal, salah pengertian, salah tindakan, dan
sebagainya.
Kesalahan
Struktur:
a. Kalimat
aktif tanpa subjek.
b. Menempatkan
kata depan di depan subjek, dengan kata depan ini subjek berubah fungsi menjadi
keterangan.
c. Tanpa
unsur predikat, menempatkan kata yang di depan predikat, dengan kata ini
predikat berubah fungsi menjadi perluasan objek.
d. Menempatkan
kata depan di depan objek, seharusnya kata kerja transitif langsung diikuti
objek dan tidak disisipi kata depan.
e. Menempatkan
kata penghubung intrakalimat tunggal pada awal kalimat.
f. Berupa
anak kalimat atau klausa, atau penggabungan anak kalimat.
g. Salah
urutan
Kalimat
rancu berarti kalimat yang mengacaukan makna dua kata dua frasa, atau dua
pikiran.
Diksi
kalimat salah jika:
a) Menggunakan
dua kata bersinonim dalam suatu frasa.
b) Menggunakan
kata tanya yang tidak menanyakan sesuatu.
c) Menggunakan
kata berpasangan yang tidak sepadan.
d) Menggunakan
kata berpasangan secara idiomatik yang tidak bersesuaian.
Diksi
atau kalimat kurang baik (kurang satun):
a.
Menonjolkan akunya dalam suasana formal.
b.
Pilihan kata yang mengekspresikan data
secara subjektif.
c.
Menggunakan kata yang tidak jelas
maknanya.
d.
Diksi tidak sesuai dengan situasi yang
dihadapi.
e.
Penolakan dan pembuktian tanpa makna
kata yang pasti (eksak).
Jenis
kesalahan ejaan:
a)
penggunaan huruf kapital, huruf kecil,
huruf miring, huruf tebal,
b)
pemenggalan kata,
c)
penulisan kata baku,
d)
penulisan unsur serapan,
e)
penulisan kata asing tidak dicetak
miring,
f)
penggunaan tanda baca,
g)
penulisan kalimat atau paragraf,
h)
penulisan keterangan tambahan, penulisan
aposisi,
i)
penulisan judul buku, judul makalah,
skripsi, disertasi, tesis, surat kabar, majalah, jurnal,
j)
penulisan: data pustaka dalam teks,
catatan kaki, dan bibliografi.
1.
Topik 7
Paragraf
1. Paragraf
adalah karangan mini.
2. Paragraf
adalah satuan bahasa tulis yang terdiri beberapa kalimat yang tersusun secara
terpadu, runtut, logis, dan merupakan kesatuan ide yang tersusun secara
lengkap, dan utuh.
3. Paragraf
adalah bagian dari suatu karangan yang terdiri dari sejumlah kalimat yang
mengungkapkan satuan informasi dengan pikiran utama sebagai topik dan pikiran
penjelas sebagai pendukung dan pengendali pengembangan topik, dan diakhiri
dengan kalimat konklusi.
4. Paragraf
yang terdiri atas satu kalimat berarti tidak menunjukkan suatu ketuntasan atau
kesempurnaan.
Ciri-ciri
paragraf:
1.
Kalimat pertama bertakuk ke dalam lima
ketukan spasi untuk jenis karangan biasa, dan delapan ketukan untuk karangan
ilmiah formal.
2.
Paragraf menggunakan pikiran utama
(gagasan utama) yang dinyatakan dalam kalimat topik.
3.
Paragraf menggunakan ide penjelas yang
dinyatakan dalam kalimat penjelas.
4.
Paragraf hanya berisi satu kalimat
topik.
5.
Paragraf akademik terdiri atas kalimat
topik, kalimat penjelas, dan kalimat konklusi.
6.
Paragraf dalam esai akademik: esai
terdiri atas beberapa paragraf yang diklasifikasi menjadi paragraf pendahuluan,
paragraf penjelas, dan paragraf konklusi.
7.
Seluruh kalimat saling mengait.
Fungsi
paragraf:
1)
Mengekspresikan gagasan tertulis dengan
memberi bentuk suatu pikiran dan perasaan ke dalam serangkaian kalimat yang
tersusun secara logis, dalam satu kesatuan.
2)
Menandai peralihan (pergantian) gagasan
baru bagi karangan yang terdiri beberapa paragraf, ganti paragraf berarti ganti
pikiran.
3)
Mengordinasi gagasan dengan mengurutkan
penempatan gagasan.
4)
Mengembangkan topik karangan ke dalam
satuan-satuan unit pikiran yang lebih kecil.
5)
Mengendalikan variabel terutama karangan
yang terdiri atas beberapa variabel.
Pikiran
utama yaitu topik yang dikembangkan menjadi sebuah paragraf.
Paragraf
yang terdiri beberapa kalimat kadang-kadang menyajikan pikiran-pikiran yang
setara, tidak ada pikiran yang lebih utama dari lainnya.
Penempatan
kalimat topik dalam karangan yang terdiri beberapa paragraf dapat dilakukan
secara bervariasi, pada awal, akhir, awal dan akhir, dan tengah paragraf.
Paragraf
ekspositori berisi bahasan bertujuan menjelaskan suatu topik, masalah, atau
pendapat.
Paragraf
dengan kalimat topik di tengah paragraf, berarti diawali dengan kalimat
penjelas dan diakhiri pula dengan kalimat penjelas.
Paragraf
yang baik harus memenuhi syarat kesatuan, kepaduan, ketuntasan, keruntutan, dan
konsistensi penggunaan sudut pandang. Untuk menjamin adanya kesatuan paragraf,
setiap paragraf hanya berisi satu pikiran.
Paragraf
dinyatakan terpadu jika dibangun dengan kalimat-kalimat yang saling mengait.
Semua
kalimat dalam paragraf dihubungkan dengan kata kunci atau sinonimnya.
Kepaduan
dapat dijalin dengan kata ganti, pronomina, atau padanan.
Kata
transisi yaitu kata penghubung, konjungsi, perangkai yang menyatakan adanya
hubungan, baik intra kalimat maupun antarkalimat.
Konjungsi
(Kata Perangkai): dan, tetapi, bahkan, tambahan pula, selain itu.
Struktur
paralel (kesejajaran) yaitu bentuk-bentuk sejajar: bentuk kata yang sama,
struktur kalimat yang sama, repetisi atau pengulangan bentuk kata (kalimat)
yang sama.
Ketuntasan
ialah kesempurnaan. Hal itu dapat diwujudkan dengan:
1)
Klasifikasi yaitu pengelompokkan objek
secara lengkap dan menyeluruh.
2)
Ketuntasan bahasan yaitu kesempurnaan
membahas materi secara menyeluruh dan utuh.
Sudut
pandang adalah cara menulis menempatkan diri dalam karangannya.
Keruntutan
adalah penyusunan urutan gagasan, konsep, pemikiran, dan lain-lain dalam
karangan.
Menulis
yang runtut menuntut pengendalian pikiran dalam mengurutkan pernyataan demi
pernyataan. Untuk itu penulis memerlukan: (1) pemahaman konsep-konsep yang akan
dibahas. (2) berkecermatan tinggi dalam menghimpun gagasan, pemikiran, data,
dan fakta yang tersebar menjadi satu sajian tulisan berurutan, lengkap, dan
runtut. (3) ketekunan dalam menjaring dan mengurutkan pikiran mana yang perlu
ditempatkan pada posisi awal, tengah, dan bagian akhir. (4) gigih menemukan
konsep-konsep yang berkelanjutan sampai tuntas.
Kita
dapat berbicara tentang paragraf dari berbagai sudut pandang: (1) sudut pandang
isi atau pikiran yang dikemukakan (paragraf narasi, paragraf deskripsi,
paragraf ekspositoris, paragraf argumentasi), atau (2) sudut pandang penalaran
(paragraf induksi, paragraf deduksi, paragraf deduksi-induksi), atau (3) sudut
pandang tempat dan fungsinya di dalam karangan (paragraf pengantar, paragraf
pengembang, paragraf penutup).
Fungsi
paragraf pengantar:
1)
Menunjukkan pokok persoalan yang
mendasari masalah,
2)
Menarik minat pembaca dengan
mengungkapkan latar belakang, pentingnya pemecahan masalah, dan
3)
Menyatakan tesis yaitu ide sentral yang
akan dibahas, menyatakan pendirian (pernyataan maksud) sebagai persiapan ke
arah pendirian selengkapnya sampai dengan akhir karangan.
Fungsi
paragraf pengembang:
1)
Menguraikan, mendeskripsikan,
membandingkan, menghubungkan, menjelaskan, atau menerangkan.
2)
Menolak konsep
3)
Mendukung konsep
Paragraf
peralihan yaitu paragraf penghubung yang terletak di antara dua paragraf utama.
Fungsi
paragraf penutupan:
1)
Sebagai penutup, menyatakan bahwa
karangan sudah selesai.
2)
Mengingatkan pembaca akan pentingnya
pokok pembahasan.
3)
Memuaskan pembaca untuk mendapat
pandangan baru.
4)
Menyajikan simpulan atau menegaskan
paragraf pendahuluan.
Upaya
menutup karangan dengan kesan yang kuat:
1)
Menegaskan tesis, ide pokok, atau topik
karangan dengan kata-kata lain.
2)
Meringkas atau merangkum gagasan-gagasan
penting, yang telah disampaikan.
3)
Memberikan kesimpulan, saran, atau
proyeksi ke depan.
4)
Memberikan pernyataan yang tegas, dan
kesan mendalam.
Paragraf
perbandingan dan pertentangan adalah paragraf yang berusaha memperjelas
paparannya dengan jalan membandingkan dan mempertentangkan hal-hal yang
dibicarakan.
Paragraf
yang merupakan analogi biasanya digunakan oleh penulis untuk membandingkan
sesuatu yang dikenal oleh umum dengan yang kurang dikenal itu.
Dalam
paragraf sebab-akibat, sebab dapat berfungsi sebagai pikiran utama dan akibat
sebagai pikiran penjelas, atau sebaliknya.
Paragraf
akademik adalah paragraf yang berstruktur kalimat topik, kalimat penjelas atau
pendukung, dan kalimat konklusi.
Paragraf
Akademik:
i. Kalimat
1 kalimat topik terdiri atas subjek dan predikat.
ii. Kalimat
2 kalimat pendukung atau penjelas 1, dalam penelitian, menyajikan data
sekunder, telaah menyajikan bahasan secara kritis, ilimiah, dan objektif dari
sudut pandang akademik.
iii. Kalimat
3 kalimat pendukung atau penjelas 2, dalam penelitian, menyajikan data primer,
telaah menyajikan bahasan secara kritis, ilmiah, dan objektif dari sudut
pandang akademik.
iv. Kalimat
4 kalimat pendukung atau penjelas 3, dalam penelitian, menyajikan bahasan data
sekunder, hasil penelitian orang lain, dan data primer hasil pengamatan
penulis, telaah menyajikan bahasan secara kritis, ilmiah, dan objektif dari
sudut pandang akademik.
v. Kalimat
5 kalimat konklusi menyajikan penegasan kalimat topik, berisi gagasan yang sama
dengan kalimat topik.
Paragraf
akademik berfungsi untuk komunikasi akademik. Fungsi itu terkait penggunaannya
dalam penulisan esai akademik.
Topik 8: Penalaran Karangan
Penalaran
adalah proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi dalam urutan yang
saling berhubungan sampai dengan simpulan.
Unsur
penalaran karangan ilmiah:
1) Topik
2) Dasar
pemikiran
3) Proposisi
4) Proses
berpikir ilmiah
5) Logika
6) Sistematika
7) Permasalahan
8) Variabel
9) Analisis
10) Pembuktian
11) Hasil
12) Kesimpulan
(simpulan)
Penalaran
induktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan observasi data,
pembahasan, dukungan pembuktian, dan diakhiri kesimpulan umum. Penalaran
induktif terdiri dari tiga macam: generalisasi, analogi, dan sebab-akibat.
Penalaran ilmiah
kualitatif induktif dilandasi penalaran (1) observasi data, (2) menyusun
estimasi (perkiraan desain), (3) verifikasi analisis pembuktian, (4)
pembenaran/komparasi konstan, (5) konfirmasi, (6) hasil generalisasi/induksi,
(7) konklusi.
Penalaran
deduktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan penyajian fakta yang
bersifat umum, disertai pembuktian khusus, dan diakhiri simpulan khusus yang
berupa prinsip, sikap, atau fakta yang berlaku khusus.
Karangan
disusun berdasarkan satu kesatuan konsep, dikembangkan dalam urutan logis,
sistematik, jelas, dan akurat.
Karangan
dengan urutan peristiwa secara kronologis berarti menyajikan bahasan
berdasarkan urutan kejadian. Dalam bentuk cerita (bukan sejarah), urutan
peristiwa dapat disusun dalam bentuk flashback.
Urutan
ruang dipergunakan untuk menyatakan hubungan tempat atau ruang.
Berdasarkan
alur penalarannya, suatu paragraf dapat dikembangkan dalam urutan umum-khusus
dan khusus-umum.
Suatu
karangan dapat dikembangkan berdasarkan kepentingan gagasan yang dikemukakan.
Isi
karangan dapat berupa sajian fakta (benda, kejadian, gejala, sifat atau ciri
sesuatu, dan sebagainya), pendapat/sikap dan tanggapan, imajinasi, ramalan dan
sebagainya.
Generalisasi
adalah pernyataan yang berlaku untuk semua atau sebagian besar gejala yang
diamati.
Klasifikasi
adalah pengelompokkan fakta berdasarkan atas ciri atau kriteria tertentu.
Klasifikasi ada dua jenis, yaitu klasifikasi sederhana dan klasifikasi
kompleks. Sekumpulan fakta atau data diklasikasikan berdasarkan kriteria.
Perbandingan
membahas persamaan dan kemiripan sedangkan pertentangan
membahasperbedaan dan ketidaksamaan.
Suatu
peristiwa dapat menyebabkan serangkaian akibat sehingga timbullah serangkaian
sebab-akibat. Sebab-Akibat ini dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1)
Satu sebab-satu akibat.
2)
Sebab-akibat berkelanjutan membentuk
lingkaran.
3)
Satu sebab-banyak akibat.
4)
Banyak sebab-satu akibat.
5)
Sebab-akibat berkelanjutan menuju
situasi buruk.
6)
Sebab-akibat berkelanjutan menuju
situasi baik.
Analogi
adalah suatu bentuk kias persamaan atau perbandingan dua atau lebih objek yang
berlainan. Secara garis besar analogi dapat dibedakan atas:
1.
Analogi sederhana
2.
Analogi yang berupa kiasan
Analogi
berdasarkan pengungkapan isi:
1.
Analogi deklaratif
2.
Analogi induktif
Ramalan
adalah semacam inferensi yang berisi pernyataan tentang sesuatu yang terjadi
pada waktu yang akan datang. Ramalan dibedakan atas ramalan ilmiah dan tidak
ilmiah.
Fakta
hasil analisis dapat diinterpretasikan menjadi suatu simpulan yang dapat
berupa: perkiraan, implikasi, inferensi, atau tindakan.
Topik 9
Perencanaan Karangan
Menulis
merupakan proses kreatif. Pertama tahap persiapan, kedua tahap inkubasi, ketiga
tahap ilumasi atau kejelasan, keempat tahap verifikasi. Karangan ilmiah
mempunyai karakteristik umum, yaitu objektif, logis, dan empirik.
Makalah
dapat diklasifikasi dalam dua jenis, yaitu: makalah
biasa dan makalah posisi.
Sistematika
makalah: judul, abstrak, pendahuluan, pembahasan isi, kesimpulan, dan daftar
pustaka.
Artikel
jurnal adalah karangan ilmiah dalam bidang ilmu tertentu yang diterbitkan dalam
sebuah jurnal yang khusus menerbitkan bidang kajian ilmu tersebut.
Proposal
adalah karangan ilmiah yang berisi rancangan kerja. Proposal mempunyai beberapa
jenis: (1) proposal skripsi mahasiswa. (2) Proposal penelitian. (3) Proposal
kerja sama untuk melakukan suatu kegiatan yang didanai oleh sponsor.
Laporan
adalah penyampaian informasi yang ditulis secara lengkap, jelas, sistematis,
objektif, dan tepat waktu oleh seseorang kepada orang lain atau pejabat.
Laporan ilmiah bersifat formal dalam bentuk naskah.
Perencanaan
karangan ilmiah adalah proses awal mengarang sampai dengan penulisan akhir.
Tahapan
penulisan:
(1) Prapenulisan:
a. Menentukan
topik atau judul
b. Menyusun
ragangan
c. Menetapkan
landasan teoritis
d. Menetapkan
sumber data dan mengumpulkannya
e. Menetapkan
metode pembahasan
f. Menyusun
daftar pustaka sementara, dan
g. Menjadwalkan
pelaksanaannya
(2) Penulisan:
menuliskan seluruh naskah secara konseptual, disertai kutipan atau data yang
diperlukan.
(3) Penyuntingan
(editing).
(4) Penulisan
naskah yang sudah sempurna, tanpa kesalahan.
(5) Presentasi.
Topik
karangan adalah ide sentral yang berfungsi mengikat keseluruhan uraian,
deskripsi, penjelasan, dan seluruh pembuktian.
Fungsi
topik karangan:
1. Mengikat
keseluruhan isi.
2. Menjiwai
seluruh pembahasan.
3. Mengendalikan
variabel.
4. Memudahkan
pengembangan ide bagi penulis, bagi pembaca memudahkan pemahaman.
5. Memberikan
daya tarik pembaca.
Indikator
topik yang baik:
(1) Topik
yang baik bagi penulis.
(2) Topik
yang baik bagi pembaca.
Data
sekunder adalah bukti teoretik yang diperoleh melalui studi pustaka.
Data
primer adalah bukti penulisan yang diperoleh di lapangan yang dilakukan secara
langsung oleh penulisnya.
Data
dapat diuji dengan: wawancara, angket, observasi/penelitian lapangan, atau
penelitian kepustakaan.
Syarat
judul yang baik:
a. Sesuai
dengan topik.
b. Sesuai
dengan isi karangan.
c. Berbentuk
frasa (bukan kalimat).
d. Singkat.
e. Jelas.
Ciri-ciri
tesis yang baik:
1. Berisi
gabungan rumusan topik dan tujuan.
2. Penekanan
topik sebagai suatu pengungkapan pikiran
3. Pembatasan
dan ketepatan rumusan.
4. Berupa
kalimat lengkap terdapat subjek dan predikat (objek).
5. Menggunakan
kata khusus dan denotatif (lugas).
6. Berupa
pernyataan positif-bukan kalimat tanya, bukan kalimat seru, dan bukan kalimat
negatif.
7. Dapat
mengarahkan, mengembangkan, dan mengendalikan penulisan.
8. Dapat
diukur dan dibuktikan kebenarannya.
Fungsi
kerangka karangan:
1. Memudahkan
pengendalian variabel.
2. Memperlihatkan
pokok bahasan, sub-subbahasan karangan, dan memberi kemungkinan perluasan
bahasan tersebut sehingga memungkinkan penulis menciptakan suasana kreatif
sesuai dengan variasi yang diinginkannya.
3. Mencegah
pembahasan keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik, judul,
masalah, tujuan, dan kalimat tesis.
4. Memudahkan
penulis menyusun karangan secara menyeluruh.
5. Mencegah
ketidaklengkapan bahasan.
6. Mencegah
pengulangan pembahasan ide.
7. Memperlihatkan
kekurangan atau kelebihan materi pembahasan.
8. Kerangka
karangan dapat dibedakan atas kerangka kalimat dan kerangka topik. Kerangka
kalimat menggunakan kalimat deklaratif (berita) yang lengkap untuk merumuskan
setiap topik, subtopik, maupun sub-sub topik. Kerangka topik berisi topik dan
sub-sub topik yang berupa frasa, bukan kalimat lengkap.
Topik 10
Konvensi Naskah
Dan Penyuntingan Naskah
Konvensi
naskah adalah penulisan naskah karangan ilmiah berdasarkan kebiasaan, aturan
yang sudah lazim, dan sudah disepakati. Konvensi penulisan naskah yang sudah
lazim mencakup pengetikan, pengorganisasian materi utama, pengorganisasian
materi pelengkap, bahasa, dan kelengkapan penulisan lainnya.
Pengorganisasian
karangan adalah penyusunan seluruh unsur karangan menjadi satu kesatuan
karangan berdasarkan persyaratan formal kebahasaan yang baik, benar, cermat,
logis; penguasaan, wawasan keilmuan bidang kajian yang ditulis secara memadai;
dan format pengetikan yang sistematis.
Halaman
pengesahan digunakan sebagai pembuktian bahwa karya ilmiah yang telah
ditandatangani oleh pembimbing, pembaca/penguji, dan ketua jurusan telah
memenuhi persyaratan administratif sebagai karya ilmiah.
Kata
pengantar adalah bagian karangan yang berisi penjelasan mengapa menulis
karangan ini dilakukan.
Abstrak
adalah suatu bentuk penyajian singkat sebuah laporan atau dokumen yang ditulis
secara teknis, teliti, tanpa kritik atau penafsiran penulis abstrak.
Jenis
abstrak:
1. Abstrak
Indikatif yaitu abstrak yang menguraikan secara singkat masalah yang terknadung
dalam dokumen lengkapnya.
2. Abstrak
Informati yaitu miniatur laporan atau dokumen asli dengan menampilkan selengkap
mungkin data laporan sehingga pembaca abstrak tidak perlu lagi membaca naskah
aslinya, kecuali untuk mendalaminya.
Daftar
isi adalah bagian pelengkap pendahuluan yang memuat garis besar isi karangan
ilmiah secara lengkap dan menyeluruh, dari judul sampai dengan riwayat hidup
penulis sebagaimana lazimnya sebuah konvensi naskah karangan ilmiah.
Pendahuluan
terdiri dari latar belakang, masalah, tujuan pembahasan, pembatasan masalah,
landasan teori, dan metode pembahasan.
Kesimpulan
atau simpulan merupakan bagian penting sebuah karangan ilmiah. Untuk
menghasilkan kesimpulan yang baik, perhatikan persyaratan berikut ini:
1. Persyaratan
materi atau isi:
a. Kesimpulan
berupa interpretasi atau hasil analisis, dapat berupa inferensi dan dapat pula
berupa implikasi.
b. Kesimpulan
menyajikan gambaran isi karangan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya
secara singkat dan meyakinkan.
c. Kesimpulan
skripsi/makalah disertai saran-saran yang ditujukan secara jelas kepada
seseorang, sekelompok orang, atau sekelompok orang dalam sebuah lembaga
tertentu.
d. Kesimpulan
jawaban masalah yang telah dirumuskan dalam pendahuluan.
e. Kesimpulan
merupakan bab penutup berisi uraian singkat atau rincian yang merupakan
konsekuensi pembahasan bab-bab sebelumnya.
f. Kesimpulan
tidak menyajikan kutipan dan definisi.
g. Kesimpulan
tidak menyajikan hal-hal yang tidak diuraikan sebelumnya.
2. Persyaratan
bahasa:
Secara
umum persyaratan ejaan, pilihan kata, kalimat, dan paragraf, serupa dengan
persyaratan bahasa pada naskah utama.
3. Penyajian:
Kesimpulan
dapat disajikan dalam bentuk paragraf semacam esai dan dapat pula berupa
butir-butir rincian.
Pelengkap
penutup yaitu: daftar pustaka, lampiran, indeks, dan riwayat hidup penulis.
Penyuntingan
naskah karangan yaitu membaca secara cermat naskah karangan yang selesai
ditulis dan memperbaikinya berdasarkan konvensi naskah dan bahasa baku.
Topik 11
Resensi
Resensi
dalah ulasan atau penilaian sebuah hasil karya, buku, film, produk teknologi,
dan lain-lain.
Resensi
bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya
yang diresensikan itu layak mendapat sambutan masyarakat atau tidak.
Menulis
resensi berarti menyampaikan informasi mengenai ketepatan buku bagi pembaca.
Untuk itu, pertimbangan dalam resensi menyajikan:
1)
Keinginan pengarang
2)
Kepentingan pembaca
3)
Pengarang dan pembaca
4)
Materi karangan
Nilai
buku dapat dikaitkan dengan fungsi buku bagi pembacanya.
Akan
memberikan daya tarik jika pendekatan penulisannya jelas dan mudah dipahami.
Memberi
pertimbangan organisasi, menilai, menunjukkan kelebihan/kekurangan, sasaran
yang mencakup sistematika dan urutan keseluruhan materi dan kelengkapan unsur.
Resensi
perlu menyebutkan jenis buku. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan informasi
yang perlu dipertimbangkan oleh pembaca agar tidak salah dalam menentukan
pilihan buku yang hendak dibacanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abernathy,Rob
Dan Mark Reardom.2003.25 Kiat Dahsyat Menjadi pembicara Hebat.
Bandung
: Kaifa.
Akhadiah,Sabarti,
Maidar Arsad, Sakura Ridwan.1999. Pembinaan kemampuan menulis bahasa Indonesia.
Jakarta : Erlangga.
Alwi,Hasan,dkk.1998.
Tata bahasa baku Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
____.
(Editor).2001. Kalimat.Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.
____.
(Editor).2001.Paragraf.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Amstrong,Thomas.2002.Kind
of Smart.Jakarta:Gramedia.Oshima,Alice and Anna Hogue.2006.Writing Academic
English, fourth edition, new York : person education.
Arifin,
E. Zaenal dan amran tasai.1993. cermat berbahasa Indonesia. Jakarta: MSP.
Dahlan,
Dahmir. 2005. “aktualisasi diri dosen” jurnal ilmu pendidikan parameter
universitas negeri Jakarta no. 24 th. XXII, Desember 2005.
Direktorat
jendral pendidikan tinggi departemen pendidikan nasional. 2006. “Acuan
Pembelajaran mata kuliah pengembangan kepribadian bahasa Indonesia.” Direktorat
jendral pendidikan tinggi departemen pendidikan Nasional.
No comments:
Post a Comment